<div style='background-color: none transparent;'></div>
Home » » Lelucon dari Balik Terali Besi

Lelucon dari Balik Terali Besi


Kartun Non-O S Purwono


"BERAPA lama pamanmu ditahan?"
"Dua bulan."
"Kenapa?"
"Membunuh istrinya."
"Dan mereka cuma menghukumnya dua bulan?"
"Ya, lalu mereka akan menembak mati pamanku."


"PEMUDA-pemuda itu memperkosa dan membunuh."
"O, ya? Lalu apa yang mereka dapat?"
"Head line di koran-koran pagi."


"KENAPA Anda tidak menangkap pencuri itu ketika Anda memergoki mereka?" tanya hakim pada saksi --seorang polisi.
"Bagaimana bisa? Saya memegang pentungan di tangan kanan dan pistol di tangan kiri!"


"APA! Kamu balik lagi?" hardik petugas pada napi kambuhan yang berhasil ditangkap.
"Ya, Pak," kata napi itu dengan tenang, "di sini saya merasa aman."


"KAMU dipenjara selama dua tahun karena memasuki toko musik dan mencuri piano. Apa ada yang ingin kamu katakan?"
"Saya melakukannya pada saat saya lemah."
"Saya kira jika kamu merasa kuat, kamu malah akan merampok bank!"


ISTRI seorang pencuri, ditanyai hakim dalam salah satu sidang perkara suaminya.
"Nyonya, apakah Anda istri dari tertuduh ini?" tanya hakim.
"Ya."
"Apa Anda tahu bahwa dia adalah pencuri kelas kakap ketika Anda menikahinya?" selidik hakim.
"Ya."
"Kenapa Anda mau menikah dengannya walaupun Anda sudah tahu dia seorang pencuri kelas kakap?" desak hakim.
"Begini, Pak Hakim. Saya kan sudah semakin tua dan dulu saya punya dua pilihan; menikah dengan pencuri kelas kakap atau dengan seorang pengacara."


SEORANG laki-laki dihentikan oleh dua orang pencopet.
"Maaf, Pak. Maukah Bapak menolong kami meminjami uang logam seratusan?" tanya salah seorang pencopet dengan sopan.
"Bagaimana?" sahut laki-laki itu, "Mmm, tentu saja boleh. Tapi bolehkah saya tahu untuk apa Anda meminjam uang receh?"
"O, tentu, Pak. Teman saya dan saya akan melempar koin untuk memutuskan perdebatan kami tadi, sehingga ketahuan siapa yang akan mendapat jam Anda dan siapa yang akan mendapat dompet Anda."


"APA yang membawamu ke penjara ini kawan?" tanya pengunjung penjara.
"Hanya karena kealpaan," jawab penghuni penjara.
"Kenapa? Bagaimana bisa begitu?"
"Aku lupa mengganti nomor plat mobil curianku sebelum aku menjualnya."


"SAYA mendendamu sepuluh ribu rupiah karena memecahkan kaca jendela," kata hakim.
"Ini uang dendanya, Pak," kata tertuduh sambil mengangsurkan lembaran dua puluh ribu rupiah.
"Saya tidak punya kembaliannya."
"Kalau begitu, saya akan pecahkan kaca jendela yang lain!"


"LANTAI berapa ini, Pak Hakim?"
"Lantai empat."
"Saya akan ke atas."
"Untuk apa?"
"Saya ingin mencoba ke pengadilan tinggi."


"ANDA bilang, petugas pemeriksa yang tangguh itu tidak mengganggu sedikit pun," kata pengacara ketika menjenguk kliennya di tahanan.
"Tidak. Tidak sama sekali," jawab kliennya.
"Tidakkah mereka memberondong dengan pertanyaan? Tidakkah mereka bertanya setiap jam dan setiap malam? Tidakkah mereka selalu minta keterangan?"
"Ya."
"Tidakkah mereka berusaha keras untuk membuat Anda mengaku? Tidakkah mereka mengatakan kepada Anda bahwa Anda tidak boleh merokok dan minum sebelum Anda mengatakan yang sebenarnya? Tidakkah mereka mengancam Anda?"
"Ya, mereka memang melakukan semuanya."
"Dan Anda tetap mengatakan tindakan mereka itu tidak mengganggu Anda. Apakah Anda manusia yang tidak berperasaan?"
"Tidak, saya sudah terbiasa. Istri saya melakukannya selama bertahun-tahun."


"AKU dengar kakakmu masuk penjara lagi"
"Ya. Dia dilaporkan mengambil serpihan kaca."
"Lho, mereka tidak bisa memasukkannya ke penjara hanya karena mengambil serpihan kaca."
"Iya, tapi serpihan kaca itu ternyata berlian."


"APAKAH kamu mengaku bersalah karena mengambil kuda?"
"Apa bebek bisa berenang?"
"Jangan mengalihkan persoalan."


"AKU punya paman yang sangat membenci sirine polisi."
"Kenapa?"
"Dia merasa sirine itu mengganggu pekerjaannya."


"KEPONAKANKU sedang belajar mencuri."
"Belajar mencuri... tapi kenapa?"
"Ya, supaya ia bisa mengikuti sidik jari ayahnya."


"APA ada kata-kata yang ingin kau sampaikan?" kata petugas kepada napi yang hendak menjalani hukum mati di kursi listrik.
"Ya," sahut napi itu cepat, "Saya ingin menghadiahkan kursi ini kepada orang yang mau menggantikan saya."


"YANG Anda maksud mereka akan menggantung saya?" tanya napi kepada pengacaranya.
"Ya, hari Senin pagi."
"Apakah mereka tidak bisa menggantung saya di hari Sabtu?"
"Kenapa Anda tidak ingin digantung hari Senin?"
"Hari yang buruk untuk membuka minggu."


"SAYA akan menjadi pengacara seperti paman saya. Dia seorang pengacara yang baik --dia banyak membebaskan orang-orang dari penjara."
"Hebat, ya..."
"Saya akan menemuinya."
"Di kantornya?"
"Tidak, di penjara. Saya sedang mencoba untuk mengeluarkannya dari sana."


"SAYA kira kemiskinanlah yang membawamu ke tempat ini," kata seorang pengunjung penjara kepada salah seorang napi.
"Sebaliknya, Nyonya," sahut napi itu, "Itu gara-gara saya terlalu banyak mengumpulkan uang receh."


NAPI itu ditempatkan dalam sel isolasi sebelum menjalani hukuman tembak mati. Petugas menanyakan kepadanya apakah ia suka rokok kretek. Napi itu menggelengkan kepalanya.
Petugas itu tentu saja sangat terkejut, "Kamu menolak semua yang ditawarkan. Kamu menolak makanan terakhir dan menolak pembimbing rohani. Apakah ada sesuatu lain yang bisa kami kerjakan untukmu?"
"Ada satu, sih. Saya suka berdeklamasi. Saya ingin mendeklamasikan puisi favorit saya sebelum mati," sahut napi itu.
"O, itu bukan permintaan yang terlalu sulit. Cobalah berdeklamasi dan aku akan mendengarkan."
Napi itu memulai deklamasinya, "Sepuluh ribu botol bir di dinding, sepuluh ribu botol bir di dinding..."


BRAM, napi yang dihukum tujuh tahun, duduk di ruang tamu penjara menemui Tracy, kekasihnya. Rencananya ia hendak melamar sang pacar.
"Aku bukan orang kaya," katanya merendah, "Tapi sebentar lagi aku akan menjadi kaya. Aku punya paman yang sangat kaya raya dan aku satu-satunya ahli warisnya. Dia benar-benar sudah tua dan sedang sakit berat sehingga ia tidak akan dapat bertahan hidup dalam beberapa bulan."
Beberapa minggu kemudian Tracy menjadi bibi Bram.


"DAN kamu biasanya berani merampok sendirian?" tanya pengunjung pada seorang napi, "Kenapa kamu tidak punya teman?"
"Habis, saya takut kalau mereka kemudian menjadi tidak jujur."


BENI lagi-lagi masuk penjara. Kali ini tuduhannya adalah perampokan. Tapi ternyata bukti-bukti kurang kuat sehingga hakim memutuskan, "Orang ini tidak bersalah!"
"Bagus!" teriak Beni, "Apakah artinya saya juga bisa menyimpan uang itu?"


"JADI, ini orang kelima yang kamu pukul tahun ini?" tanya hakim pada terdakwa yang sering masuk penjara karena membuat keributan.
"Nggak sepenuhnya benar, Pak!" sergah terdakwa, "Salah satu dari mereka saya pukul dua kali!"


RAMBO, napi yang dihukum sepuluh tahun karena kasus pembunuhan, mendapat kiriman wiski dari kawan akrab yang mengunjunginya. Wiski itu diminumnya bersama Conan, teman satu selnya.
"Pernahkah kamu mencoba mencampur wiski dengan obat?" tanya Conan. "Cobalah, setelah minum kamu akan merasa melayang-layang."
Begitulah, wiski pun dicampur dengan obat. Rambolah yang minum dulu. Setelah minum, Rambo mengomel sambil menangis.
"Apa yang kamu tangisi?" tanya Conan.
"Aku menangis karena ayahku digantung dan aku memikirkannya setelah minum wiski campur ini."
Kali ini giliran Conan yang minum dan ia pun menjadi tidak terkontrol.
"Dan apa yang kamu tangisi?" tanya Rambo.
"Aku menangis," sahut Conan sambil tersedu-sedu, "karena kamu tidak digantung bersama ayahmu."


GRINGO, napi sel 22, berpura-pura sakit perut hebat. Ia pun dibawa ke dokter penjara.
"Apa yang membuat perut Anda terganggu?" tanya dokter.
"Dua tahun lalu, saya menelan dua uang logam emas yang masing-masing bernilai lima ratus ribu rupiah. Dan sekarang saya ingin Anda mengeluarkannya."
"Gila! Kenapa Anda tidak datang pada saya dua tahun yang lalu?"
"Tentu saja tidak, Dok. Baru sekarang saya butuh uang itu!"


FIRMAN dan Dodo, dua tetangga yang sama-sama pernah masuk penjara, diajukan ke pengadilan karena baku hantam. Hakim pun bertanya kepada Firman, "Kenapa Anda tidak menyelesaikan kasus ini di luar pengadilan?"
"Itulah, Pak Hakim," sahut Firman, "kami sedang melakukannya ketika polisi datang dan ikut campur."


DARIO yang tengah menjalani masa tahanan, dikunjungi pacarnya.
"Darling, maukah kamu menikah denganku?" pinta Dario memelas.
"Apa kamu tahu beda antara aku dan angsa yang kamu pelihara di penjara?" pacarnya balik bertanya.
"Aku nggak tahu."
"Lalu kenapa kamu tidak menikahi angsa itu?"


SELAMA dalam penjara, Haris bersurat-suratan dengan sahabat pena yang dikenalnya di kolom "Teman Baru" di sebuah majalah. Ketika "copy darat", Haris sangat terkejut karena gadis yang dikenalnya dalam surat itu berwajah jelek, tubuhnya sangat gemuk dan cuma punya sebelah mata.
Maka ia pun menggamit kawan yang dibawa teman penanya itu ke sebuah ruangan dan berbisik, "Saya tidak bisa berpacaran dengannya. Dia benar-benar tidak pantas menjadi pacar saya."
"Anda tidak usah berbisik," kata kawan teman penanya itu, "Dia juga tuli, kok."


DUA orang napi tengah berbincang-bincang.
"Apa kamu pernah dengar nasib buruk Bambang?" tanya napi pertama.
"Tidak. Apa yang terjadi dengannya?"
"Dia lari bersama istriku!"


"ISTRIKU lari dengan sahabat karibku," keluh Hasan pada kawan satu selnya.
"Siapa namanya?" tanya kawannya.
"Nggak tahu," sahut Hasan, "Aku belum pernah ketemu dia, sih."


PAK RIO yang sudah lima tahun mendekam di penjara, dikunjungi oleh calon menantunya yang hendak melamar anak perempuannya.
"Apa kamu pikir kamu bisa menunjang kehidupan anak perempuanku kalau kamu menikahinya?" tanya Pak Rio.
"Ya, Pak."
"Apa kamu pernah melihat ia makan?"
"Ya, Pak."
"Apa kamu pernah melihat dia makan ketika orang lain tidak melihatnya?"
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Buku Satir Sosial Politik - Humor Dosis Tinggi

Buku Satir Sosial Politik - Humor Dosis Tinggi
Untuk informasi pemesanan silakan klik gambar cover tsb.
 
Copyright © 2011. Majalah HumOr . All Rights Reserved
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Template Modify by Creating Website. Inpire by Darkmatter Rockettheme Proudly powered by Blogger