<div style='background-color: none transparent;'></div>
Home » » Momentum Recehan

Momentum Recehan


Prie GS
Ketika Hollywood menghentikan peredaran filmnya ke Indonesia, saya sungguh gembira. Saya membayangkan sebuah momentum. Itulah saatnya film-film kita mengambil alih posisi mereka. Tetapi ketika sepeningal  mereka, film kita sebagian besar hanya berisi kuntilanak, pocong dan suster ngesot, jelas sudah, bahwa momentum itu hilang. Film kita belum memiliki modal kebudayaan untuk menyambut momentum. Kesanggupan kita hanyalah sekedar menerima momentum recehannya saja. Jika ada mall dibangun kita bukan bagian dari konsorsium, tetapi sekadar penyedia layanan satpam dan tukang parkirnya saja. Jelas itu bukan momentum, tetapi sekadar buih dari  ombak  besar.
          Tetapi kegembiraan itu belum  saya cabut. Karena persoalan Indonesia pasti  bukan cuma film. Saya masih mencoba gembira karena inilah saatnya berhenti menonton film Hollywowd. Saya sendiri penggemar film dan saya paham mutu mereka. Saya hampir tidak bisa tidak  menonton film-film yang disutradarai Francis Coppolla. Saya juga penganggum James Cameron yang jenius itu. Saking percaya dengan mutu mereka, saat menonton film cukup dengan melihat siapa sutradaranya, bukan bintangnya. Siapapun pemainnya akan menjadi bintang di tangan mereka. Di Indonesia, Eros Djaros memiliki kemampuan ini. Sayang membuat film hanya selingan baginya.
          Menonton film-film yang bagus semacam itu sangat berbahaya untuk kita. Dalam hal apa? Dalam hal waktu. Ia membuat kita terancam cuma akan menghabiskan waktu yang berharga ini cuma untuk menonton mereka. Cuma penonton. Saking  asyiknya,  saking kagumnya, sampai kita lupa menggeser kedudukan agar menjadi pihak yang ditonton. Asyik, menjadi tua, lalu mati, tetap saja sebagai penonton. Jika urut-urutan itu yang benar  terjadi, jika sebuah generasi  tumbuh, tua dan mati hanya dengan kasta penonton, seluruh bangsa  itu akan menjadi bangsa  penonton. Ini pasti berbahaya. Maka hanya dengan berhenti menonton mereka, saya bayangkan akan menjadi momentum untuk membalik kesadaran ini. Apapun jenis  kerugian bangsa ini rasanya  boleh dianggap kecil saja jika bandingannya adalah kehilangan waktu. Dan seluruh waktu kita selama ini hanya habis diperdaya cuma untuk menonton saja.
          Lalu waktu yang telah mereka rebut itu, kita rebut kembali. Kita jadi punya waktu untuk memartabatkan seluruh urusan di negeri ini. Soal film itu bisa diurus  kemudian dan itu menjadi soal mudah jika kita telah  sanggup mengurus  politik, mengurus petani, mengurus lahan-lahan tidur yang melimpah ini. Bagaimana mungkin ada pengangguran yang banyak bisa berdampingan dengan lahan tidur yang banyak. Bagaimana mungkin kawasan dengan 72 persen lautan bisa mengimpor garam. Bagaimana mungkin beras dan buah-buahan dipenuhi produk Thailand, negara yang lebih kecil dan setiap kali bongkar pasang pemerintahan. Mungkin saja, karena seluruh kemungkinannya memang kita buka. Selama ini ada jenis kehilangan yang amat besar dari bangsa Indonesia ini yakni waktu untuk memartabatkan dirinya sendiri.
          Kini, momentum itu ternyata, hilang lagi. Karena film-film Hollywood akan masuk lagi dan kita akan menonton l;agi. Sebuah tontonan yang makin hari makin memukau. Kesenian yang dikemas dengan integritas serorang profesional dan sangat layak dikagumi. Sangat layak mengagumi Harry Potter yang cuma dongeng tetapi sihirnya benar-benar bekerja hingga ke dunia nyata. Persoalannya, selalu  cuma menjadi penonton itulah peran kita.
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Buku Satir Sosial Politik - Humor Dosis Tinggi

Buku Satir Sosial Politik - Humor Dosis Tinggi
Untuk informasi pemesanan silakan klik gambar cover tsb.
 
Copyright © 2011. Majalah HumOr . All Rights Reserved
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Template Modify by Creating Website. Inpire by Darkmatter Rockettheme Proudly powered by Blogger