Prie GS |
Oleh: Prie GS
Salah satu kegiatan saya adalah mengamati sebuah kepantasan. Kepantasan apa saja karena setiap konteks memiliki etik kepantasannya sendiri. Pada saatnya, saya merasa pantas untuk berambut gondrong. Pada saat yang lain, termasuk pada saat ini, saya merasa nyaman dengan rambut pendek. Saya merasa pantas. Apa ukurannya? Ukurannya adalah intuisi. Maka sungguh penting mengasah intuisi. Intuisi tidak selalu benar, tetapi intuisi yang terlatih jarang sekali salah, tepatnya meleset.
Pada suatu acara gathering formal yang saya datangi, kelompok musik pembuka acara ini tampak dilakukan oleh band yang masih muda dan tampak masih harus mengasah ketrampilanya dalam bermusik. Tak mengapa sebetulnya. Teknik bukan soal terpenting dalam hal proses meniti karier. Tetapi tidak dengan urusan sikap. Dandanan penyanyi wanita band ini membuat saya tak sampai hati melihatnya terutama di acara resmi seperti itu. Dan ia masuk panggung dengan mengunyah permen karet. Sangat percaya diri dan menganggap panggung sepenuhnya adalah miliknya dan penonton seperti tidak penting.
Saya merasa kecil sekali di hadapan penyanyi ini karena penonton seperti dianggap tidak ada. Setahu saya, penyanyi sebesar Mariah Carey atau Celine Dion pun tak pernah menyanyi sambil menyunyah permen karet. Panggung bagi mereka adalah altar peribadatan. Sikap ini bukan hanya membuat mereka pantas, tetapi super pantas. Kepantasan itulah yang membuat mereka pantas dibayar amat mahal.
Gara-gara sang pengawal menginjak ujung gaunnya saat mengawal, Celine Dion harus membuat rapat mendadak untuk membahas soal ini, bagaimana cara pengawalan harus diberikan dan cara berjalan harus ditata ulang. Berlebihan mungkin, tetapi itulah tuntutan kepantasan bagi tokoh seperti dia yang dikepung ribuan orang di setiap kemunculannya.
Begitu pula dengan negara, ia juga memiliki kepantasannya. Untuk negara seperti Indonesia sudah tak pantas lagi jika mulai kemarau tahun depan masih akan mengalami kebakaran hutan. Bencana asap itu bukan bencana melainkan karena kesengajaan rutin. Sesuatu yang telah dimengerti, diduga apalagi disengaja, sungguh sulit disebut bencana.
Sungguh tidak pantas negeri sepenting Indonesia tampak begitu lemah di hadapan asap yang mudah diduga penyebab kedatangannya ini. Presiden Jokowi harus menegaskan diri bahwa ia pemimpin yang siap memanggul seluruh harapan itu. Hanya dengan begitu seluruh kontroversi hater vs lover yang sampai hari ini masih berlangsung itu akan terhenti.
0 comments:
Post a Comment