<div style='background-color: none transparent;'></div>
Home » » Andai Gue Gubernur DKI

Andai Gue Gubernur DKI

Darminto M Sudarmo

Oleh Darminto M Sudarmo

“Bener nih, gue kagak bo’ong,” begitu kata Bang Odi mengawali pembicaraannya ketika kami bertemu. Selama ini dia dikenal suka ngelantur kalau bicara; tetapi ketika wacananya masuk ke topik yang lagi anget, yakni soal pemilihan gubernur, si abang yang nyentrik ini langsung aja bersemangat. Intinya dia juga punya cita-cita soal Jakarta yang menurutnya saat ini jauh dari harapan masyarakat. Apa harapan masyarakat itu?

Sebagai putra Betawi asli, Bang Odi mengaku juga punya impian; setidaknya impian bagi warga Betawi umumnya. Saya sih percaya saja, apakah dia hanya sekadar mengklaim atau memang benar-benar menjadi “Penyambung Lidah” warga Betawi, tak penting lagi untuk diperdebatkan. Yang menarik dan terpenting adalah impian apa saja yang akan dia lakukan seandainya dia menjadi Gubernur DKI.

“Santai aja, Bang. Sebenarnya apa aja sih gagasan yang ada di kelapa Abang soal Gubernur DKI, itu?” tanya saya.

Bang Odi lalu membuka-buka catatan-catatannya yang terpisah-pisah. Ada yang dicatat di kertas bekas bungkus rokok, ada pula di kertas yang sudah agak kumal. Tapi sepengetahuan saya, semua itu terkumpul rapi dan komplet di dompet jadul miliknya yang dulu suka buat tempat tembakau dan kertas sigaret.
Setelah menjelaskan satu-persatu impiannya itu, akhirnya saya coba susun di bawah ini sesuai urutan prioritas.

Pertama, andai benar-benar dia jadi Gubernur, maka pertama-tama yang akan dilakukannya pada hari pertama dia masuk kerja, mengundang rapat orang-orang bawahannya. Seperti Wakil Gubernur, Sekretaris, staf ahli, pejabat eselon sesuai jenjang, kepala kantor wilayah, kepala dinas, kepala sub dinas yang orang sering bilang  sudan sudin itu,  hingga kepala dewan-dewan yang ada. Intinya dia mau supaya berapa besar APBD dan peruntukannya (tentu saja yang sudah disetujui DPRD, artinya ya mengacu anggaran tahun sebelumnya) diumumkan secara terang benderang kepada media massa dan publik. Lalu...dia mau dibuka lagi file: apa saja program dan proyeksi tahun-tahun sebelumnya dan bagaimana hasil nyata yang bisa dilihat saat ini. Lemparkan semua itu ke masyarakat. Biarkan masyarakat menilai dan mengevaluasi, sesuaikah antara rencana dan pelaksanaan?

Kedua, memulai awal gebrakannya, Bang Odi mau bikin agenda: mengundang orang-orang “gila” baik dari dalam negeri maupun dari luar. Mereka adalah orang-orang kreatif yang selalu berpikir beda. Mereka bisa saja dari kalangan arsitek, ekonom, pengusaha, seniman, rakyat kecil sekali, tak terkecuali pelawak dan kartunis. Nah dari orang-orang seperti ini, Gubernur pingin sekali mendengar langsung apa impian mereka tentang Jakarta.

Ketiga, solusi soal kemacetan Gubernur sudah punya platform, yaitu mereaktualisasi lalu lintas air. Semua kali yang di zaman Olanda berfungsi sebagai lalu lintas air, harus dikembalikan lagi. Caranya bagaimana itu soal nanti. Sebelum itu dilaksanakan, pengerukan kali, perbaikan irigasi, pemulihan kualitas air harus juga diberesi lebih dulu, berapapun biayanya, kalau perlu nombok.

Keempat, solusi banjir Gubernur juga sudah punya resep. Secara fitrah alamiahnya air selalu menuju ke daerah atau permukaan yang rendah, maka jalan keluar yang paling logis adalah menguruk Jakarta sehebat-hebatnya supaya posisi geografis Jakarta lebih tinggi dari Bogor atau Puncak.

Kelima, warga miskin kota harus diberdayakan. Tidak usah malu meniru negeri tetangga. Caranya dengan menerbitkan Perda Regulasi: bagi warga yang sudah sangat maju atau lumayan maju harus berhenti dulu. Berhenti menunggu warga miskin kota mendapatkan kesempatan untuk belajar, berlatih dan mencapai titik di mana warga maju berada. Setelah semuanya berada dalam kilometer yang sama, maka deregulasi diberlakukan. Mereka boleh bersaing secara fair dan bebas.

Keenam, sektor pariwisata tak perlu khawatir. Semua hiruk-pikuk kegiatan memberesi Jakarta yang disebutkan di atas itu pasti heboh dan layak dijual sebagai paket wisata. Selain itu, meniru Singapura juga tak perlu malu, yaitu memberi ruang gerak dan ekspresi berbagai upacara keagamaan. Kalau Singapura punya tak kurang dari 33 hari besar keagamaan dalam setahun, maka Jakarta harus dua kali lipatnya. Semua bisa menarik minat warga dari luar Jakarta atau luar negeri untuk datang dan menonton itu sebagai acara tour keagamaan. Bayangkan, hotel, mal dan pusat-pusat kerajinan, kesenian akan juga ikut makmur.

Ketujuh, ratanya kemakmuran otomatis akan mereduksi kecemburuan sosial, kriminalitas dan diskriminasi etnik. Kemakmuran yang merata juga akan otomatis mengantarkan warga cinta ibadah, kesenian dan perilaku adab lainnya.

Kedelapan, kalau Jakarta sudah benar-benar makmur, adil dan sejahtera copot saja predikat sebagai ibukota negara. Suruh wakil rakyat bikin poling ke kota mana sebaiknya ibukota negara akan dipindahkan. Kalau di Amerika bisa memindahkan dari New York City ke Washington DC, mengapa Indonesia tidak bisa melakukan itu; memindahkan dari Jakarta ke Kaliwungu, misalnya. Atau ke Semarang atau ke Makassar. Pada akhirnya Jakarta tetap akan menjadi kota besar, dan ibukota yang baru juga pasti menjadi kota yang tak mungkin semakin kecil mungil.

Itulah platform Bang Odi. Orisinal. Jadi kesimpulannya, kalau mau bikin perubahan di Jakarta itu soal kecil; tapi bikin perubahan yang isi perubahannya itu bikin warga tambah maju, sejahtera, adil dan makmur, itu yang tak gampang coy!***


Kartun Rw Mulyadi


Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Buku Satir Sosial Politik - Humor Dosis Tinggi

Buku Satir Sosial Politik - Humor Dosis Tinggi
Untuk informasi pemesanan silakan klik gambar cover tsb.
 
Copyright © 2011. Majalah HumOr . All Rights Reserved
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Template Modify by Creating Website. Inpire by Darkmatter Rockettheme Proudly powered by Blogger