<div style='background-color: none transparent;'></div>

Keberagaman Kebersamaan by Jitet Koestana

Keberagaman Kebersamaan by Jitet Koestana
HumOr Edisi: 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84 Januari - Desember 2018 - Tahun ke VII

Demo Lagi Demo Lagi

Friday, November 11, 2016


Kartun by Dalcio Machado, Brazil

Continue Reading | comments

Horor Dimas Kanjeng





Darminto M Sudarmo

Tulisan ini mencoba melihat kasus Dimas Kanjeng Taat Pribadi dari perspektif yang lain. Sebuah perspektif yang mencoba menyingkap motif makro (narasi besar) dari seluruh sepak terjangnya dikaitkan dengan mitos Ramalan Jaya Baya.



Salah satu “kontroversi” dari Budaya Jawa yang di masa kini acapkali menuai pro-kontra adalah kesulitannya untuk terlepas atau melepaskan diri dari pengaruh mitos, mistik, dan takhayul. Kesenian wayang misalnya, kendati ia karya seni atau sebuah gubahan dalam bentuk karya sastra, mitologi, tetap diyakini sebagai bagian dari jiwa dan spirit masyarakat Jawa. Tetap aktual dan dianggap nyata.
            Tokoh Semar misalnya, ditempatkan dalam altar persepsi mistis, keramat dan suci. Begitu pula ketika masyarakat Jawa bersentuhan dengan sebuah karya sastra yang popular dikenal dengan istilah Ramalan Jaya Baya, maka sontak aura mistis langsung melingkupi atmosfer perwacanaannya. Apalagi kalau perwacanaan lalu meningkat ke Satrio Piningit atau Ratu Adil, maka nalar, akal sehat, logika ilmiah tak masuk dalam pertimbangannya lagi.
            Tulisan ini mencoba melihat kasus Dimas Kanjeng Taat Pribadi dari perspektif yang lain. Sebuah perspektif yang mencoba menyingkap motif makro (narasi besar) dari seluruh sepak terjangnya dikaitkan dengan mitos Ramalan Jaya Baya, Satrio Piningit atau Ratu Adil yang dipercaya sebagai sosok pemimpin yang bakal mengantarkan Nusantara ke zaman kejayaan dan keemasan; bahkan mengantarkan Indonesia menjadi mercusuar dunia!
            Dikatakan dalam sebuah nubuat, bahwa akan datang huru-hara besar, keadaan penuh bencana. Alam bergolak. Sebuah masa penuh dengan penderitaan. Kesewenang-wenangan merajalela. Orang-orang licik dan culas berkuasa, orang-orang baik tertindas dan menderita. Itulah yang disebut goro-goro besar. Setelah kekacauan benar-benar datang dan melanda seluruh negeri, maka revolusi pun meletus.
            Pada saat itulah muncul Satrio Piningit, sosok yang sekian lama dinanti-nanti. Ia segera meredam angkara dan menumpas para durjana. Ia datang untuk memperbaiki moral dan kehidupan manusia. Di bawah kepemimpinan Satrio Piningit Nusantara memasuki zaman baru, zaman yang penuh kemegahan dan kemuliaan. Zaman keemasan Nusantara. Indonesia menjadi mercusuar dunia.
            Itulah bab-bab paling disukai dalam perwacanaan masyarakat para penanti Satrio Piningit. Masyarakat ini terus merenda impian datangnya sang satria dan harapan akan terwujudnya perbaikan moral dan kehidupan bangsa. Mereka terus mencermati situasi, tetapi impian dan harapan itu tak pernah terjadi. Mereka tak pernah lelah dan menyerah meski kekecewaan datang bertubi-tubi.
            Syahdan, dalam kerinduan yang begitu mendalam, datanglah sesosok satria tampan gagah perkasa. Ia sakti mandraguna. Berbusana megah bak seorang raja. Memiliki kemampuan memimpin dan berkomunikasi dengan makhluk gaib dan dapat mendatangkan harta -- uang maupun  perhiasan -- dalam jumlah besar-besaran. Orang pun berharap dan menduga-duga, diakah Satria Piningit yang dinanti selama ini? Maka berbondong-bondonglah masyarakat yang kalap dan histeris itu menumpukan nasib dan harapannya kepada sang satria.
            Namun, belum terobati rasa lapar dan haus yang membakar jiwa, satria pujaan mereka tersandung kasus pidana. Digelandang petugas dan kini menghuni penjara. Sejumlah tuduhan dialamatkan kepadanya. Bagaimana nasib sang satria selenjutnya? Semua menanti dan bertanya-tanya.
***
            Melihat kasus Dimas Kanjeng dari sisi yang berbeda, akan membukakan kita melihat suatu pemandangan yang pasti juga berbeda. Dalam konteks ini, bisa disimpulkan bahwa ia merupakan salah satu dari ratusan orang lain yang juga menjadi korban kesurupan gede rasa mitos Satria Piningit atau Ratu Adil.
            Banyak orang mengaku-aku sebagai Satrio Piningit, banyak orang menyesuaikan dirinya agar mirip atau memiliki ciri-ciri sebagaimana yang dinubuatkan dalam Jangka Jayabaya (Raja Kediri, Jawa Timur 1135-1157). Seperti kita ketahui dalam jangka (ramalan) itu disebutkan bahwa Indonesia akan menjadi mercusuar dunia, bila Satrio Piningit telah hadir dan memimpin bumi Nusantara.
            Gede rasa budaya itu semakin menyebar dan merajalela manakala melihat kondisi Indonesia tak kunjung maju dan sejahtera. Bahkan dari sisi tertentu justru terlihat kecenderungan  yang mencemaskan: tata nilai terbalik-balik, rasa malu sirna, hati nurani mati, kekerasan dan memaksakan kehendak jadi pilihan, laku lajak dan koruptif makin membudaya, dan banyak lagi lainnya.
            Maka ramai-ramai orang mengaku sebagai Satrio Piningit dengan maksud siap mengantarkan Nusantara menjadi mercusuar dunia: Negara yang maju, adil-makmur, jaya, aman, sentosa dan sejahtera. Mereka dengan berbagai versi dan bertempat di berbagai lokasi, bertekad menegakkan keadilan di Nusantara dan bergelar Ratu Adil.
            Ciri-ciri umum Satrio Piningit adalah: cerdas, jujur dan berperilaku lurus atau benar. Ciri lain ia juga memiliki kemampuan mendatangkan atau mencairkan harta bangsa Indonesia yang tersimpan di dalam atau luar negeri. Jumlahnya luar biasa besar. Berbentuk uang, emas/platinum lantakan, maupun sertifikat deposito di bank asing. Pengadaan atau pencairannya dapat dilakukan lewat jalan gaib maupun manual-konvensional (logis-rasional).
            Di sinilah kalimat kunci yang kemungkinan besar dimanfaatkan sebagai motif andalan “visi-misi” yang disuarakan secara khusus oleh Dimas Kanjeng dan para pengikutnya di lapis atas atau para sultan, menurut istilah di padepokan tersebut. Merekalah yang menghubungi orang-orang tertentu (berharta banyak) di seluruh Indonesia untuk disentuh rasa nasionalisme dan kepedulian kebangsaannya untuk turut serta menyelamatkan Indonesia tercinta. Sentuhan itu akan makin menarik minat masyarakat karena disertai janji akan dikembalikan dalam jumlah berlipat ganda.
            Promosinya tentu saja mengatakan bahwa harta berlimpah milik bangsa Indonesia itu, baik yang berasal dari gaib dan nyata, maupun dari partisipasi masyarakat lewat ajakan para pengikutnya, dimaksudkan untuk membayar semua utang negara dan membangun Indonesia sehingga menjadi negara yang maju, adil-makmur, jaya, aman, sentosa dan sejahtera. Bahkan menjadi mercusuar dunia!
            Niat menjadi Satrio Piningit, niat mengembalikan kedaulatan dan harga diri bangsa Indonesia sudah tentu sebuah niat yang mulia -- para “santri” menyebut Dimas Kanjeng dengan sebutan Yang Mulia -- namun niat membuat jahitan di kantung jubah tempat menyelinapkan uang dan perhiasan guna melakukan atraksi sulap murahan justru mementahkan kredo besar yang dideklarasikannya. Apalagi perjalanan “suci”-nya direcoki sejumlah kasus pidana – penipuan dan pembunuhan – yang jauh dari cerdas, jujur dan berprilaku lurus atau benar.
            Menurut Jayabaya, dalam perjalanan hidup Satrio Piningit memang disebutkan bahwa ia selalu mengalami kesengsaraan, sering dipermalukan, sial, dan nestapa (miskin). Namun bukan berarti kasus yang menjerat Dimas Kanjeng kini adalah sebuah pembenaran bahwa perjalanan hidupnya sesuai dengan yang diisyaratkan dalam ramalan Jayabaya. Seandainya ia tidak tersandung kasus sebagaimana disebutkan di atas, besar kemungkinan ia tak mungkin mau hidup sebagai orang sengsara, sering dipermalukan, sial dan (apalagi), miskin. Kenyataanya, sebelum tertimpa kasus, kehidupan sehari-harinya bergelimang harta dan kemewahan.           
***
            Mengapa mitos Satrio Piningit terus hidup dan membuntuti perjalanan bangsa ini? Sejujurnya, bila kita mau sedikit membuka telinga agak lebar, wacana tentang Satrio Piningit,  tentang Jangka Jayabaya, masih lekat dan dekat di benak sebagian masyarakat Indonesia kini. Mereka bisa datang dari kalangan bawah, menengah maupun atas sekalipun. Selama negara belum menyejahterakan rakyat, negara belum adil-makmur, selama itu pula harapan masyarakat masih ditumpukan pada datangnya Satrio Piningit atau Ratu Adil. 
             Mengapa masih ada orang-orang berpendidikan tinggi yang terbawa larut dalam wacana tersebut? Persoalan tentang Satrio Piningit adalah persoalan yang tak dapat dicerna dengan akal sehat pikiran manusia, dalih mereka selalu mengatakan bahwa ia menjadi domain gaib yang tidak terjangkau oleh akal manusia biasa. Bahkan relasi yang terjadi antara Probolinggo – Makassar yang begitu kuat, ternyata – entah kebetulan atau disengaja-sesuaikan -- juga sudah tertulis dalam Jangka Jayabaya bahwa Satrio Piningit adalah keturunan Jawa yang berasal dari seberang (Makassar).
            Uniknya lagi Jangka Jayabaya ini bersambung temali dengan ramalan Nostradamus (1503-1566) yang baris-baris tulisannya berbunyi: 1. Akan muncul agama baru dunia; 2. Dipimpin oleh seorang yang dikenali dengan panggilan laki-laki dari timur; 3. Dia muncul dari negeri yang terletak di pertemuan tiga laut; 4. Kemunculannya menggemparkan Timur dan Barat; 5. Ketika muncul dia memakai serban biru (the blue turban); 6. Dia merayakan hari Kamis sebagai hari istimewa bagi dirinya.
            Dijelaskan, bahwa laki-laki dari timur itu adalah Satrio Piningit. Dia akan muncul dari negeri yang terletak di pertemuan tiga laut. Satu-satunya negeri atau wilayah yang berada di pertemuan tiga laut adalah Sulawesi.
            Begitulah! Karena ramalan sudah tertulis, bahkan sejak ratusan tahun lalu, ia bisa saja menjadi sebuah skenario terbuka. Semua orang dapat mengaksesnya. Di antara para pengakses yang berjumlah ratusan ribu atau jutaan, bukan tak mungkin ada di antaranya yang kesurupan gede rasa, lalu menyiapkan diri. Lalu menjadi pelaku atau aktor dan melakukannya di pentas publik. Karena faktanya ia satria gadungan bahkan diikuti berbagai delik pidana, akhirnya tetap saja harus berurusan dengan pihak berwajib dan kewirangan!


Darminto M Sudarmo, Budayawan.



Continue Reading | comments

Humor Pedagang dan Dagangannya


Kartun by Tosho, Serbia

Pedagang yang TIDAK BISA DITAWAR adalah penjual roti. Promosinya: "Roti tawar... roti tawar..." tapi tidak boleh ditawar.

Pedagang yang PALING NEKAT adalah penjual gas. Sudah tahu jalanan menurun masih saja bilang "Gas... gas..." bukannya "Rem...rem..."

Pedagang yang KURANG KERJAAN adalah penjual nasi goreng. Nasi sudah matang masih saja digoreng.

Pedagang yang TIDAK KENAL KATA MENYESAL adalah penjual bubur. Nasi sudah menjadi bubur masih dijual juga.

Pedagang yang PALING ANEH adalah pedagang ikan. Ikan mati dibilang ikan segar.

Pedagang yang TIDAK BELAJAR MATEMATIKA yaitu tukang cetak foto. Ditanya 3X4 berapa, dia jawab 2500.

Jangan percaya sama iklan Pil KIta, walaupun itu milik kita tetep aja disuruh bayar waktu meminumnya.
Continue Reading | comments

Buku Satir Sosial Politik - Humor Dosis Tinggi

Buku Satir Sosial Politik - Humor Dosis Tinggi
Untuk informasi pemesanan silakan klik gambar cover tsb.
 
Copyright © 2011. Majalah HumOr . All Rights Reserved
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Template Modify by Creating Website. Inpire by Darkmatter Rockettheme Proudly powered by Blogger