Darminto M Sudarmo
Tulisan ini mencoba melihat kasus Dimas Kanjeng Taat Pribadi dari perspektif yang lain. Sebuah perspektif yang mencoba menyingkap motif makro (narasi besar) dari seluruh sepak terjangnya dikaitkan dengan mitos Ramalan Jaya Baya.
Salah satu “kontroversi” dari Budaya Jawa yang di
masa kini acapkali menuai pro-kontra adalah kesulitannya untuk terlepas atau
melepaskan diri dari pengaruh mitos, mistik, dan takhayul. Kesenian wayang
misalnya, kendati ia karya seni atau sebuah gubahan dalam bentuk karya sastra, mitologi,
tetap diyakini sebagai bagian dari jiwa dan spirit masyarakat Jawa. Tetap
aktual dan dianggap nyata.
Tokoh
Semar misalnya, ditempatkan dalam altar persepsi mistis, keramat dan suci.
Begitu pula ketika masyarakat Jawa bersentuhan dengan sebuah karya sastra yang
popular dikenal dengan istilah Ramalan Jaya Baya, maka sontak aura mistis
langsung melingkupi atmosfer perwacanaannya. Apalagi kalau perwacanaan lalu
meningkat ke Satrio Piningit atau Ratu Adil, maka nalar, akal sehat, logika
ilmiah tak masuk dalam pertimbangannya lagi.
Tulisan
ini mencoba melihat kasus Dimas Kanjeng Taat Pribadi dari perspektif yang lain.
Sebuah perspektif yang mencoba menyingkap motif makro (narasi besar) dari
seluruh sepak terjangnya dikaitkan dengan mitos Ramalan Jaya Baya, Satrio
Piningit atau Ratu Adil yang dipercaya sebagai sosok pemimpin yang bakal
mengantarkan Nusantara ke zaman kejayaan dan keemasan; bahkan mengantarkan Indonesia
menjadi mercusuar dunia!
Dikatakan
dalam sebuah nubuat, bahwa akan datang huru-hara besar, keadaan penuh bencana.
Alam bergolak. Sebuah masa penuh dengan penderitaan. Kesewenang-wenangan
merajalela. Orang-orang licik dan culas berkuasa, orang-orang baik tertindas
dan menderita. Itulah yang disebut goro-goro
besar. Setelah kekacauan benar-benar datang dan melanda seluruh negeri, maka
revolusi pun meletus.
Pada
saat itulah muncul Satrio Piningit, sosok yang sekian lama dinanti-nanti. Ia segera
meredam angkara dan menumpas para durjana. Ia datang untuk memperbaiki moral
dan kehidupan manusia. Di bawah kepemimpinan Satrio Piningit Nusantara memasuki
zaman baru, zaman yang penuh kemegahan dan kemuliaan. Zaman keemasan Nusantara.
Indonesia menjadi mercusuar dunia.
Itulah
bab-bab paling disukai dalam perwacanaan masyarakat para penanti Satrio
Piningit. Masyarakat ini terus merenda impian datangnya sang satria dan harapan
akan terwujudnya perbaikan moral dan kehidupan bangsa. Mereka terus mencermati
situasi, tetapi impian dan harapan itu tak pernah terjadi. Mereka tak pernah
lelah dan menyerah meski kekecewaan datang bertubi-tubi.
Syahdan,
dalam kerinduan yang begitu mendalam, datanglah sesosok satria tampan gagah
perkasa. Ia sakti mandraguna. Berbusana megah bak seorang raja. Memiliki
kemampuan memimpin dan berkomunikasi dengan makhluk gaib dan dapat mendatangkan
harta -- uang maupun perhiasan -- dalam
jumlah besar-besaran. Orang pun berharap dan menduga-duga, diakah Satria
Piningit yang dinanti selama ini? Maka berbondong-bondonglah masyarakat yang
kalap dan histeris itu menumpukan nasib dan harapannya kepada sang satria.
Namun,
belum terobati rasa lapar dan haus yang membakar jiwa, satria pujaan mereka
tersandung kasus pidana. Digelandang petugas dan kini menghuni penjara.
Sejumlah tuduhan dialamatkan kepadanya. Bagaimana nasib sang satria
selenjutnya? Semua menanti dan bertanya-tanya.
***
Melihat
kasus Dimas Kanjeng dari sisi yang berbeda, akan membukakan kita melihat suatu
pemandangan yang pasti juga berbeda. Dalam konteks ini, bisa disimpulkan bahwa ia
merupakan salah satu dari ratusan orang lain yang juga menjadi korban kesurupan
gede rasa mitos Satria Piningit atau Ratu Adil.
Banyak
orang mengaku-aku sebagai Satrio Piningit, banyak orang menyesuaikan dirinya
agar mirip atau memiliki ciri-ciri sebagaimana yang dinubuatkan dalam Jangka Jayabaya
(Raja Kediri, Jawa Timur 1135-1157). Seperti kita ketahui dalam jangka (ramalan) itu disebutkan bahwa Indonesia akan menjadi
mercusuar dunia, bila
Satrio Piningit telah hadir dan memimpin bumi Nusantara.
Gede
rasa budaya itu semakin menyebar dan merajalela manakala melihat kondisi
Indonesia tak kunjung maju dan sejahtera. Bahkan dari sisi tertentu justru
terlihat kecenderungan yang mencemaskan:
tata nilai terbalik-balik, rasa malu sirna, hati nurani mati, kekerasan dan
memaksakan kehendak jadi pilihan, laku lajak dan koruptif makin membudaya, dan
banyak lagi lainnya.
Maka
ramai-ramai orang mengaku sebagai Satrio Piningit dengan maksud siap mengantarkan
Nusantara menjadi mercusuar dunia: Negara yang maju, adil-makmur, jaya, aman,
sentosa dan sejahtera. Mereka dengan berbagai versi dan bertempat di berbagai
lokasi, bertekad menegakkan keadilan di Nusantara dan bergelar Ratu Adil.
Ciri-ciri
umum Satrio Piningit adalah: cerdas, jujur dan berperilaku lurus atau benar.
Ciri lain ia juga memiliki kemampuan mendatangkan atau mencairkan harta bangsa
Indonesia yang tersimpan di dalam atau luar negeri. Jumlahnya luar biasa besar.
Berbentuk uang, emas/platinum lantakan, maupun sertifikat deposito di bank
asing. Pengadaan atau pencairannya dapat dilakukan lewat jalan gaib maupun manual-konvensional
(logis-rasional).
Di
sinilah kalimat kunci yang kemungkinan besar dimanfaatkan sebagai motif andalan
“visi-misi” yang disuarakan secara khusus oleh Dimas Kanjeng dan para
pengikutnya di lapis atas atau para sultan, menurut istilah di padepokan
tersebut. Merekalah yang menghubungi orang-orang tertentu (berharta banyak) di
seluruh Indonesia untuk disentuh rasa nasionalisme dan kepedulian kebangsaannya
untuk turut serta menyelamatkan Indonesia tercinta. Sentuhan itu akan makin
menarik minat masyarakat karena disertai janji akan dikembalikan dalam jumlah
berlipat ganda.
Promosinya
tentu saja mengatakan bahwa harta berlimpah milik bangsa Indonesia itu, baik
yang berasal dari gaib dan nyata, maupun dari partisipasi masyarakat lewat
ajakan para pengikutnya, dimaksudkan untuk membayar semua utang negara dan
membangun Indonesia sehingga menjadi negara yang maju, adil-makmur, jaya, aman,
sentosa dan sejahtera. Bahkan menjadi mercusuar dunia!
Niat
menjadi Satrio Piningit, niat mengembalikan kedaulatan dan harga diri bangsa
Indonesia sudah tentu sebuah niat yang mulia -- para “santri” menyebut Dimas Kanjeng
dengan sebutan Yang Mulia -- namun niat membuat jahitan di kantung jubah tempat
menyelinapkan uang dan perhiasan guna melakukan atraksi sulap murahan justru mementahkan
kredo besar yang dideklarasikannya. Apalagi perjalanan “suci”-nya direcoki
sejumlah kasus pidana – penipuan dan pembunuhan – yang jauh dari cerdas, jujur
dan berprilaku lurus atau benar.
Menurut
Jayabaya, dalam perjalanan hidup Satrio Piningit memang disebutkan bahwa ia selalu
mengalami kesengsaraan, sering dipermalukan, sial, dan nestapa (miskin). Namun
bukan berarti kasus yang menjerat Dimas Kanjeng kini adalah sebuah pembenaran bahwa
perjalanan hidupnya sesuai dengan yang diisyaratkan dalam ramalan Jayabaya.
Seandainya ia tidak tersandung kasus sebagaimana disebutkan di atas, besar
kemungkinan ia tak mungkin mau hidup sebagai orang sengsara, sering
dipermalukan, sial dan (apalagi), miskin. Kenyataanya, sebelum tertimpa kasus,
kehidupan sehari-harinya bergelimang harta dan kemewahan.
***
Mengapa
mitos Satrio Piningit terus hidup dan membuntuti perjalanan bangsa ini? Sejujurnya,
bila kita mau sedikit membuka telinga agak lebar, wacana tentang Satrio
Piningit, tentang Jangka Jayabaya, masih
lekat dan dekat di benak sebagian masyarakat Indonesia kini. Mereka bisa datang
dari kalangan bawah, menengah maupun atas sekalipun. Selama negara belum
menyejahterakan rakyat, negara belum adil-makmur, selama itu pula harapan
masyarakat masih ditumpukan pada datangnya Satrio Piningit atau Ratu Adil.
Mengapa masih ada orang-orang berpendidikan tinggi yang terbawa larut dalam wacana tersebut? Persoalan tentang Satrio Piningit adalah persoalan yang tak dapat dicerna dengan akal sehat pikiran manusia, dalih mereka selalu mengatakan bahwa ia menjadi domain gaib yang tidak terjangkau oleh akal manusia biasa. Bahkan relasi yang terjadi antara Probolinggo – Makassar yang begitu kuat, ternyata – entah kebetulan atau disengaja-sesuaikan -- juga sudah tertulis dalam Jangka Jayabaya bahwa Satrio Piningit adalah keturunan Jawa yang berasal dari seberang (Makassar).
Uniknya lagi Jangka Jayabaya ini bersambung temali dengan ramalan Nostradamus (1503-1566) yang baris-baris tulisannya berbunyi: 1. Akan muncul agama baru dunia; 2. Dipimpin oleh seorang yang dikenali dengan panggilan laki-laki dari timur; 3. Dia muncul dari negeri yang terletak di pertemuan tiga laut; 4. Kemunculannya menggemparkan Timur dan Barat; 5. Ketika muncul dia memakai serban biru (the blue turban); 6. Dia merayakan hari Kamis sebagai hari istimewa bagi dirinya.
Dijelaskan, bahwa laki-laki dari timur itu adalah Satrio Piningit. Dia akan muncul dari negeri yang terletak di pertemuan tiga laut. Satu-satunya negeri atau wilayah yang berada di pertemuan tiga laut adalah Sulawesi.
Begitulah! Karena ramalan sudah tertulis, bahkan sejak ratusan tahun lalu, ia bisa saja menjadi sebuah skenario terbuka. Semua orang dapat mengaksesnya. Di antara para pengakses yang berjumlah ratusan ribu atau jutaan, bukan tak mungkin ada di antaranya yang kesurupan gede rasa, lalu menyiapkan diri. Lalu menjadi pelaku atau aktor dan melakukannya di pentas publik. Karena faktanya ia satria gadungan bahkan diikuti berbagai delik pidana, akhirnya tetap saja harus berurusan dengan pihak berwajib dan kewirangan!
Darminto M Sudarmo, Budayawan.
Mengapa masih ada orang-orang berpendidikan tinggi yang terbawa larut dalam wacana tersebut? Persoalan tentang Satrio Piningit adalah persoalan yang tak dapat dicerna dengan akal sehat pikiran manusia, dalih mereka selalu mengatakan bahwa ia menjadi domain gaib yang tidak terjangkau oleh akal manusia biasa. Bahkan relasi yang terjadi antara Probolinggo – Makassar yang begitu kuat, ternyata – entah kebetulan atau disengaja-sesuaikan -- juga sudah tertulis dalam Jangka Jayabaya bahwa Satrio Piningit adalah keturunan Jawa yang berasal dari seberang (Makassar).
Uniknya lagi Jangka Jayabaya ini bersambung temali dengan ramalan Nostradamus (1503-1566) yang baris-baris tulisannya berbunyi: 1. Akan muncul agama baru dunia; 2. Dipimpin oleh seorang yang dikenali dengan panggilan laki-laki dari timur; 3. Dia muncul dari negeri yang terletak di pertemuan tiga laut; 4. Kemunculannya menggemparkan Timur dan Barat; 5. Ketika muncul dia memakai serban biru (the blue turban); 6. Dia merayakan hari Kamis sebagai hari istimewa bagi dirinya.
Dijelaskan, bahwa laki-laki dari timur itu adalah Satrio Piningit. Dia akan muncul dari negeri yang terletak di pertemuan tiga laut. Satu-satunya negeri atau wilayah yang berada di pertemuan tiga laut adalah Sulawesi.
Begitulah! Karena ramalan sudah tertulis, bahkan sejak ratusan tahun lalu, ia bisa saja menjadi sebuah skenario terbuka. Semua orang dapat mengaksesnya. Di antara para pengakses yang berjumlah ratusan ribu atau jutaan, bukan tak mungkin ada di antaranya yang kesurupan gede rasa, lalu menyiapkan diri. Lalu menjadi pelaku atau aktor dan melakukannya di pentas publik. Karena faktanya ia satria gadungan bahkan diikuti berbagai delik pidana, akhirnya tetap saja harus berurusan dengan pihak berwajib dan kewirangan!
Darminto M Sudarmo, Budayawan.
0 comments:
Post a Comment