Kartun Non-O |
Dalam catatan David Reeve (peneliti, sejarawan, pengajar bahasa dan pengkajian Indonesia di Australia), nilai ''demokrasi'' di Indonesia diperdebatkan sejak 1919 di Taman Siswa. Sutanto Suryokusumo pada pertemuan Selasa Kliwon menolak gagasan demokrasi Barat. Dalam anggapannya, demokrasi Barat memprioritaskan ideologi daripada tindakan sosial.
''Dalam demokrasi Barat suara mayoritaslah yang menentukan apa yang benar, bukan ketentuan tentang kebaikan dan keadilan,'' katanya
Tahun 1920 Suryokusumo menggunakan bahasa dan contoh dari alam dan keluarga, sangat mirip dengan yang digunakan oleh Ki Hajar Dewantoro, untuk menolak keras hak dan kesetaraan politik.
''Orang-orang yang bijak hendaknya menjadi pemimpin negara dan harus dipilih oleh orang bijak, bukan oleh rakyat,'' katanya.
Di majalah Wedeer-Opbuow, sepanjang tahun 1917-1918 dia menulis:
Keindahan yang membatasi kekuasaan.
Kekuasaan yang memuja cinta kasih.
Kebijaksanaan yang membawa keadilan.
(M Djoko Yuwono)
0 comments:
Post a Comment