Kartun Jitet Koestana -Kompas |
BBM
Simbah Putri Trimo, “Lengo bensin munggah meneh yo Mo?”
Trimo, “Nggih niku mBah, tambah sisah nggih. Mengke sadayane mesti tumut mindak reginipun.”
Simbah Putri, “mBiyen..dek zamanne simbah podo umur-umurane ibumu, duwit limanggelo iso nggo tuku opo wae. Nang toko iso tuku, ruti, coklat, kiju, mentego, trigu, farpum, bedak, lipsetik, sabun mandi, odol, sampo, minyak goreng, gulo. Wak pokoke akeh. Malah simbahmu kakung isih iso entuk rokok senengane sak slop.”
Trimo, “Woo..woo..edyan tenan. Lha kok saged katah sanget nggih mBah;..lha nek sakmeniko dospundi mBah?”
Simbah Putri, “Saiki wis ra iso meneh…wis kangelan. Lha piye..nang endi-endi ono cctv-ne.”
(Wasito Djati Pribadi)
BU SUSI MELAKUKAN PEMECATAN PERTAMA
Saya senang melihat sepak terjang menteri Susi yang membuat saya bangga, seharusnya menteri ya seperti itu. Tandang grayangnya cak-cek, lugas tanpa basa-basi. Ketika diberitakan ia adalah orang pertama yang berhasil menembus daerah bencana Aceh ketika terjadi tsunami, saya mengikuti beritanya dengan penuh minat. Sungguh saya merasa surprise orang Pangandaran ini diangkat menjadi menteri. Saya kemudian membayangkan Susi melakukan pembersihan di kementeriannya, semoga orang yang selama ini menjadi benalu disikat habis, beliau tidak perlu merasa ragu untuk melakukan itu.
Suatu hari, betapa marah menteri Susi melihat seseorang di kementeriannya melakukan korupsi waktu. Ketika pegawai yang lain sibuk membenahi (tak jelas sebenarnya apa yang dibenahi) lelaki itu itu justru hanya diam berdiri bersandar dinding.
Garang Bu Susi memandang, pegawai yang kepergok kaget dan langsung pucat.
“Apa yang kamu lakukan?” bentak Bu Susi.
Keringat pegawai itu langsung terperas.
“Maaf Bu,” jawab orang itu sambil menundukkan kepala.
Sebagaimana disampaikan wartawan yang meliput, Bu Susi terlihat sesak napas.
“Berapa gajimu sebulan?” bentak Bu Susi.
Pegawai itu tidak berani menjawab.
“Bertapa pendapatanmu sebulan?”
Dengan terbata-bata pegawai yang ketahuan korupsi waktu itu mendongak, “Sebulan tiga juta.”
Bu Susi mengangguk-angguk. Wartawan bergerak mendekat, kamera terarah dan menjepret jepret.
Bu Susi yang geram meminta ajudan membuka tas. Bu Susi mengeluarkan segebok uang.
“Kamu saya pecat!” kata Bu Susi garang, napasnya masih tetap mengombak, “meski demikian saya tidak mau disebut menteri kejam. Itu uang untuk masa transisi, lalu urus hak pensiunmu.”
Dengan terbungkuk-bungkuk pegawai bernasib sial itu menerima uang pesangon itu, dengan air mata bercucuran pegawai itu membungkuk memberikan hormat. Lalu melangkah mundur dan berbalik. Di bawah pandangan mata semua orang orang itu ngeloyor sambil bercucuran air mata. Bu Susi bergeming tidak merasa harus iba meski melihat pegawai itu menangis.
Bu Susi melambaikan tangan pada seorang stafnya.
“Siap,” kata staf itu sigap.
“Urus hak pensiun orang itu, serta siapkan surat pemecatannya untuk saya tanda tangani.”
Staf itu terbungkam.
“Kenapa?” tanya Menteri Susi.
“Tetapi Bu?”
“Tetapi kenapa?”
Staf itu menunduk.
“Orang itu bukan pegawai kita, orang itu penjual cendol di seberang jalan.”
(Langit Kresna Hariadi)
0 comments:
Post a Comment