Home »
» Kisah tentang Baju yang Sudah Pulang
Kisah tentang Baju yang Sudah Pulang
Seorang reporter muda fresh graduate, bekerja sebagai wartawan bidang kesehatan menyerahkan sebuah artikel kepada Editor dengan judul : "EFEK SINAR LASER DAN BAHAYANYA TERHADAP BUAH DADA WANITA."
Editor yang menerima artikel itu agak keberatan dengan judul yang agak vulgar pada kata "buah dada", oleh karenanya ia mengembalikan naskah tersebut kepada si reporter untuk diganti. Tak berapa lama kemudian si reporter kembali lagi dan menyerahkan artikel yang telah direvisinya dengan judul baru :"EFEK SINAR LASER DAN BAHAYANYA TERHADAP (.) (.) WANITA"
Menjadi Murid dan Guru Bagi Diri Sendiri
"Bolehkah saya menjadi murid Anda, Guru?"
"Engkau menjadi murid karena matamu masih tertutup. Pada hari membuka mata, engkau akan melihat bahwa tidak ada yang dapat engkau pelajari dariku atau dari siapa saja,"
"Lalu Guru itu untuk apa?"
"Untuk membuat matamu terbuka bahwa tidak ada gunanya engkau mempunyai Guru. Engkau harus menjadi murid sekaligus Guru bagi dirimu sendiri!"
"Guru, perasaan saya kalut dan bingung, pikiran saya kacau balau. Tolonglah saya!"
"Baik! Saya akan bantu memperbaiki pikiranmu. Bawalah ke sini!"
Nasruddin Hoja pergi ke rumah Hamid, sahabatnya yang tinggal di kota lain dan menginap di sana beberapa hari. Ketika kembali ia tidak menyadari, bahwa sepotong bajunya tertinggal di rumah Hamid, hingga suatu saat seseorang datang mengantarkan baju yang tertinggal itu ke rumahnya. “Sampaikan rasa terimakasihku pada Hamid, wahai saudara. Untunglah hanya bajuku yang tertinggal.” Kata Nasruddin pada si pengantar.
Sebulan berikutnya khoujah Nasruddin ke rumah Hamid lagi, namun kali ini bersama anaknya. Setelah dua hari menginap ia bermaksud pulang. Sebelum pergi meninggalkan rumah sahabatnya itu ia melepas semua pakaiannya dan menyerahkan pada anaknya untuk dibawa pulang. “Katakan pada ibumu bahwa baju dan celanaku sudah pulang tapi orangnya ketinggalan di sana.” Kata Nasruddin Hoja pada sang anak.
Seseorang ingin belajar kerohanian dari Guru termasyur, maka ia memutuskan untuk hidup bersama sang Guru tersebut, mengikuti apa saja yang dilakukannya, dari bangun tidur, beribadah, berdoa, duduk diam berlama-lama, sampai belanja sayur, memasak, mencuci baju dan hidup bertetangga sebagai mana layaknya. Namun dua tahun hidup bersama sang Guru, tidak ada tanda-tanda Guru membabarkan inti ajaran kepadanya. Akhirnya sang murid tidak tahan dan memutuskjan untuk pulang, sebelum ia keluar meninggalkan rumah ia berkata, "Guru, dua tahun ini saya mengabdi pada Anda untuk mendapatkan saripati kehebatan ilmu Anda, tapi saya tak mendapatkan apa pun di sini!"
"Apa?" balas sang Guru, "Selama dua tahun ini aku mengajarkan ilmu padamu."
Hanya sedikit manusia mengetahui bahwa ia penuh daya, namun kebanyakan orang menempatkan dirinya sebagai orang-orang yang tidak berdaya. (Anonim)
"Guru, saya ingin hidup bebas.."
"Temukan, apa yang mengikatmu."
Suatu kali Nasruddin Hoja pulang pagi, isterinya menegur, “Tadi malam kudengar kamu pulang waktu lonceng jam persis berbunyi tiga kali. Kenapa malam betul kamu baru pulang?”
Nasruddin menjawab, “Sebenarnya belum terlalu malam. Lonceng jam itu mau berbunyi delapan kali, tapi karena aku mau menjaga supaya engkau tidak terganggu, aku sengaja menahannya ketika ia baru berbunyi tiga kali.”
Seorang pemberani bukanlah orang yang tidak mempunyai rasa takut, tapi seseorang yang tetap melangkah maju meskipun ia takut. (Anonim)
Pak Mahbub, guru agama di sebuah SD sedang menerangkan pentingnya berakhlak mulia dan menjadi anak saleh agar kelak masuk surga. “Di surga semua serba indah, ada bidadari-bidadari cantik yang hidup di taman Firdaus, ada sungai mengalir yang airnya seperti susu, pokoknya semua serba menyenangkan.” terangnya, “Nah, sekarang Bapak mau tahu, siapa yang mau masuk ke surga tangannya diacungkan ke atas!” Serentak, hampir seluruh murid di dalam kelas itu mengangkat tangannya tinggi-tinggi, kecuali Mamat yang duduk di deretan bangku belakang, yang tampak acuh tak acuh. Pak Mahbub yang melihat itu lalu menghampiri si Mamat dan bertanya, “Mat, seluruh temanmu mengacungkan tangannya dan Bapak lihat hanya kamu yang tidak mengangkat tangan. Apakah kamu tidak ingin ikut masuk surga seperti teman-temanmu?”
Dengan agak gelagapan Mamat menyahut, "Memangnya mau berangkat sekarang, pak?"
Jika terlalu tinggi rendahkanlah. Jika terlalu banyak kurangilah, jika terlalu ramai menyepilah. Dan, jika kebingungan sedang menguasai pikiranmu berdiamkah. Senar gitar yang ditarik terlalu kencang akan putus, jika terlalu kendor tidak menghasilkan nada. Yang terlalu ekstrem tidak menguntungkan.
Seorang pendeta sedang berjalan-jalan di hutan, ketika tiba- tiba ia bertemu dengan seekor singa. Sebagai orang yang beriman, tidak ada jalan lain yang dilakukannya kecuali berlutut, mengatupkan tangan, menutup mata lalu berdoa. Ketika selesai berdoa dan membuka mata, dilihatnya singa yang ada di hadapannya itu juga sedang berlutut mengatupkan kedua kaki depannya, menutup mata dan berdoa.
Pendeta tersebut menengadah ke langit sambil berseru. “Bukan main, ternyata yang saya hadapi ini adalah singa yang baik...”
Sambil masih menutup ke dua matanya, singa tadi menggumam, “Ya, benar, Bapa.” Katanya, “Dan singa yang baik tidak lupa berdoa sebelum menyantap makanannya!”
"Jika tak dapat merubah arah angin, perbaikilah layar perahunya."
Orang yang SUKSES bukanlah orang yang tak pernah GAGAL, tetapi orang yang berani bangkit meskipun berkali-kali gagal. (Anonim)
Rasa benci itu tidak berpengaruh sedikit pun kepada orang yang engkau benci, tapi kebencian itu akan menggerogoti kehidupanmu sendiri. (Rabindranath Tagore)
Seorang laki-laki turun dari kereta api dengan wajah pucat. Dokter temannya menemuinya dan bertanya apa yang terjadi. "Saya mabok darat, dok," jawab lelaki tadi, "Saya selalu mabok darat kalau naik kereta api dan duduk menghadap ke belakang."
"Mengapa Anda tidak mengajak tukar tempat dengan orang yang duduk di depan Anda?" tanya dokter..
"Yah, saya juga sempat berpikir itu, dokter" kata lelaki malang tersebut, "Masalahnya tidak ada orang yang duduk di situ."
Seseorang menjelajahi bumi dan lautan untuk menyelidiki sendiri kemashuran Sang Guru yang luar biasa.
"Mu'jizat-mu'jizat apa yang telah dilakukan oleh Guru Anda?" tanyanya pada seorang murid.
"Yah, ada mu'jizat dan mu'jizat," jawab si murid yang ditanya, "Di negara Anda mungkin dianggap mu'jizat kalau Tuhan melakukan kehendak manusia. Di negara kami, dianggap mu'jizat kalau orang melakukan kehendak Allah!"
Nasruddin Hoja pergi ke masjid untuk sholat Ashar, namun ketika berwudhu tiba-tiba airnya habis tepat pada saat akan melakukan basuhan terakhir di kaki kirinya. Waktu sholat berjamaah dimulai, Nasruddin mengangkat satu kakinya persis seperti burung bangau yang berdiri menopang dengan satu kaki. Melihat itu jemaah yang berdiri di sampingnya berbisik, "Hay, saudara Nasruddin, mengapa Anda berlaku seperti itu?"
"Sssttt, " balas Nasruddin juga dengan berbisik, "Kakiku yang sebelah kiri ini belum berwudhu."
(Non-O)
Umi Sakdiyah
DPR DAN UUD
"Juk, aku heran kok kamu sekarang seneng nonton TV, nggak seperti biasanya?" kata Paijo heran.
"Lagi seneng nonton pertandingan di Senayan, Jo!"
"Lho, pertandingan apa? Perasaan nggak ada jadwal bola di GBK"
"Bukan di GBK, tapi sebelahnya"
"Oh... gedung DPR/MPR tho? Aku juga heran, kenapa sih mereka seneng berantem, rebutan kursi sampai ngrusakin meja, mecahin beling kayak pemain debus"
"Itu karena mereka menjalankan amanat UUD, Jo!" Sahut Juki sok yakin.
"What?!!" sembur Paijo sampai kopinya muncrat kemana-mana.
"Iya, amanat UUD, Ujung-Ujungnya Duit!"
Umi Sakdiyah
Kartu Merah Persib
Hari itu Final pertandingan sepak bola Liga Indonesia. Tiba-tiba seorang wasit meniup peluitnya karena ada seorang pemain Persib yang melakukan pelanggaran.
"Kartu merah!" kata wasit sambil mengeluarkan kartu dari kantongnya.
Pemain Persib pun melongo karena kartu yang diberikan padanya bukan kartu merah tapi Kartu Indonesia Pintar dari Jokowi.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment