M Djoko Yuwono |
Oleh Ki Jenggung
SYAHDAN, pada zaman dulu di negeri Undur-Undur terdapat
seorang pangeran yang masih bayi tapi aneh. Badannya besar, subur—mungkin sekarang
disebut menderita obesitas atau bayi gajah—tapi ya tetap saja seorang bayi,
tidak dewasa betulan. Tapi, karena dia pangeran, rakyat dan punggawa tetap saja
menghormatinya. Kalau tidak, mereka dihukum adyaksa karena menistakan
lambang negara.
Pangeran bayi ini lahir salah musim. Ketika rakyat
Undur-Undur sedang kisruh, banyak perkelahian, pengeroyokan, perjudian,
permalingan, korupsi, percanduan, kawin siri, pelacuran on-line,
rebutan kedudukan, berlomba-lomba ingin menjadi raja bohongan, rakyat saling
bunuh karena stres ekonomi dan sosial, sehingga perlu raja atau perwira yang
gagah berani. Ternyata, yang didapat bayi kegemukan itu.
Pangeran bayi ini anak tunggal, disusui ibu tunggal,
diasuh ayah tunggal, digendong mbok emban (sekarang
namanya baby sitter) tunggal, maka setiap reguk ASI
mengandung cita rasa manja. Dia suka menangis merengek minta dikasihani.
Pangeran bayi tak berani—tentu saja—berbuat apa-apa, takut disebut anak nakal.
Kata yang empunya cerita, negeri tetangga Undur-Undur
bikin ulah. Bekas punggawanya menghina paman kecil negeri Undur-Undur. Kontan
rakyat Undur-Undur marah, mengancam akan membakari kebun milik tetangga. Kontan
pangeran bayi nangis ketakutan. Maksudnya takut kepada rakyat negerinya, takut
dilengserkan. Maka, ia pun pura-pura marah pada orang negeri tetangga yang
lancang dan bermulut tajam tersebut. Esok hari si bayi ingin bermain ke negeri
tetangga itu atas undangan raja tetangga. Rakyat Undur-Undur tak berharap
banyak. Paling tidak si bayi bakal marah-marah, atau menyindir-nyindir.
Celaka betul rakyat Undur-Undur. Di negeri tetangga,
pangeran bayi diam saja, senyum-senyum, sebab ternyata di sana ia diberi permen
loli. Semua jadi lupa si bayi, malah memuji-muji negeri tetangga yang baik hati
itu, lupa hari itu ia hendak marah.
Orang sudah lama tahu. Kalau ingin mencuri kelapa sawit,
ikan, emas, minyak bumi, gas, atau apa saja, orang seberang tinggal
menakut-nakuti bayi yang masih suka mimik ASI. Kalau menangis, beri dia permen
loli, dan si bayi besar bakal siap menandantangani apa saja. Belum lama ia juga
diberi es loli dan esok harinya si pemberi senyum simpul menggulung dokumen
yang menjamin kekayaan 20-30 tahun mendatang.
Bayi besar beruntung mendapatkan permen loli. Rakyatnya
celaka dua belas. Dulu sekali si bayi juga ditakut-takuti unsur dalam negeri
Undur-Undur, si bayi meronta-ronta lalu membagi permen loli pada pengganggunya.
Si pengganggu ada yang diam-diam mengisapi permen, lainnya langsung pindah
partai.
Hayo siapa mau untung besar? Takut-takuti saja si bayi
itu. Maka, syahdan begitulah akhir cerita dari empunya hikayat yang tidak
kebagian permen.
0 comments:
Post a Comment