Oleh: Prie Ge ES
Persaingan memang bisa mematikan. Tetapi jauh lebih banyak pihak yang mati karena kalah bersaing dengan dirinya sendiri katimbang karena bersaing dengan pesaing. Ketakutan kepada persaingan sungguh mirip ketakutan pada pesawat terbang. Banyak orang takut naik pesawat padahal jauh lebih banyak orang mati di tempat tidur katimbang di dalam pesawat.
Sudah lama media cetak dikabarkan akan mati bahkan sejak ditemukan radio. Dan juga sudah lama radio dikabarkan akan segera mati begitu ditemukan televisi. Media cetak radio dan televisi juga akan dikabarkan segera mati begitu ditemukan internet. Aneka ramalan itu pada ukuran tertentu bukan tidak terbukti. Bahwa kehadiran yang satu akan menegaskan yang lain, adalah soal yang jamak terjadi. Karena memang hanya dengan kehadiran yang satu, seseorang akan menemukan pebanding bagi yang lain.
Memang hanya dengan kehadiran pembanding segala seuatu akan ditegaskan. Yang lebih baik akan ditegaskan, yang lebih buruk juga akan ditegaskan. Sebelum ditemukan teknologi gelombang FM, pendengar radio AM tak pernah punya keluhan apalagi menganggapnya sebagai persoalan. Bahwa bunyi radio sering timbul tenggelam, bahwa mendengar suara radio serupa nasib bermain layang-layang, sangat tergantung arah angin. Semua itu tak terasa sebagai derita sampai gelombang FM ditemukan. Itulah gelombang yang membuat mendegar radio seterang mendengar rumpian tetangga sebelah.
Tetapi apakah ini berarti FM mematikan AM? Tidak. FM hanya mengembalikan AM ke tempatnya. Mengembalikan ke tempat terbaiknya itulah tugas persaingan. Dan pengertian itu amat berbeda dengan mematikan. Soal bahwa tempat terbaik itu tak jarang bernama kematian, itu sungguh soal lain lagi. Kematian oleh persaingan jumlahnya relatif kecil dibanding kematian yang disebabkan oleh ‘’jatuh tempo’’ dari dalam dirinya sendiri. Dan ‘’jatuh tempo’’ semacam itu, kompleksitasnya jauh lebih rumit dari sekadar persaingan.
Saat rambut seseorang beruban bisa saja karena stres memikirkan jumlah manusia yang makin banyak dilahirkan dan menjadi pesaingnya. Tetapi penyebab terbesar tumbuhnya uban orang ini pasti karena kompleksitas di dalam dirinya sendiri. Ada jatuh tempo di dalam setiap segala sesuatu. Logika jatuh tempo inilah yang lebih menentukan era hidup dan era mati segala sesuatu, bukan persaingan. Jadi, kalau ada pihak yang mati lalu menyalahkan persaingan, jangan buru-buru percaya. Jangan-jangan bukan persaingan benar biang keladinya, melainkan karena ia tak pernah benar-benar berniat bersaing.
Maklum, persaingan memang hanya cocok untuk para juara. Jadi modal untuk bersaing sesungguhnya sederhana: mental juara. Tetapi apa yang ada di balik mental juara itu: sepenuhnya tirakat. Inilah yang sungguh tidak mudah. Seluruh cerita kegagalan manusia, sangat diwarnai oleh ketakutannya untuk bertirakat. Karena tirakat itu, hampir seluruhnya berisi soal yang amat ingin dihindari manusia yakni: jerih payah.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment