Sunardian Wirodono |
Satu
DONGENG PAGI TENTANG JARUM JAM | Alkisah, adalah seorang pembuat jam tangan yang hendak bereksperimen. Ia pun kemudian berdialog dengan jarum jam yang sedang dibuatnya.
"Hai jarum, adakah engkau sanggup berdetak paling tidak 31,104,000 kali selama setahun?"
"Haaaaaaaaaaaah? What? Tigapuluhsatu juta seratusempat ribu kali? Harus bergerak sebanyak itu? Setahun? Oh, my Godness!" begitu teriak jarum jam yang (ternyata) punya God itu.
"Hmmm,..."
"Mana mungkin aku sanggup? Ogah, ah! Aku gak akan mungkin bisa melakukan itu,... Kau boleh minta tolong Sengman, atau Dipo, atau Bunda Puteri, mungkin mereka lebih bisa ngatur-ngatur,..."
"Ya sudah, okhelah khalow bheghetow!" tukang jam rada genit, "bagaimana kalau 86,400 kali saja dalam sehari?"
"Delapanpuluhenam ribu empatratus kali? Dengan jarum yang ramping-ramping seperti ini? Ogah! Aku gak akan sanggup,..."
"Hmmm, okhelah khal,..."
"Stop latah! Kamu mau minta aku harus berdetak berdetak 3.600 kali dalam satu jam? Masih terlalu banyak! Aku tidak mungkin mampu berdetak 3.600 kali selama satu jam saja, meski ada lagunya, satuu jam saaaja,...!"
"Hmm, garing!"
Dengan penuh kesabaran, tukang jam kemudian ngomong pada jarum jam yang peragu itu, "Baiklah, my love! Sanggupkah kamu berdetak satu kali dalam setiap detik?"
"Nhaaaa, ini baru logis. Okelah kalau begitu. Aku sanggup!" jarum jam suka cita menerima gagasan itu, "Aku pasti bisa untuk berdetak satu kali setiap detik!"
Maka, setelah selesai dibuat, jarum jam itu berdetak satu kali setiap detik. Hinggaaa, tanpa terasa, detik demi detik terus berlalu, jam demi jam terus beranjak, hari demi hari terus bergonta-ganti seolah tanpa kepribadian, sebentar kemarin hari Minggu, sekarang sudah Senin, esok Kamis, Sabtu lagi, eh beberapa hari kemudian sudah akan Selasa, Jumat, Rabu, Minggu lagi, akhirnya,...
Setahun sudah berlalu. Dan ia terus bergerak, berdetak setiap detik. Ia terus berdetak tanpa henti. Dan itu berarti, ia telah berdetak sebanyak 31,104,000 kali dalam setahun, atau ia juga telah berdetak 86.400 kali dalam sehari, bahkan ia juga telah berdetak 3.600 kali dalam satu jam.
Capaian yang telah dilampauinya, tidak sebagaimana yang disangsikannya sendiri, ketika ia menolak angka-angka itu disodorkan padanya,... Bahwa perjalanan ribuan mil, kata Lao Tze, dimulai dari satu langkah pertama, barulah kemudian langkah kedua, ketiga, dan seterusnya.
Dua
DONGENG SIANG SERULING SAKTI | Jangan percaya pada dunia maya, begitu nasehat Polisi. Karena katanya, dunia maya penuh tipu-daya. Waduh, terus percaya siapa dong? Dunia nyata? Dunia nyata yang mana? Emang ada berapa dunia nyata? Banyak sih, ada dunia nyata rekaan, nyata palsu, dan nyata-nyata ngibul. Itu susahnya.
Tapi, bagai seorang pendekar, kenyataan harus dihadapi. Maka, setelah lolos ikut konvensi, eh, mondok ding, di perguruan silat awang-uwung, ia harus turun gunung. Mengabdikan ilmunya. Orasi di kampus-kampus, kan KPU tak bisa menudingnya kampanye diam-diam, wong kegiatan akademik.
Oleh gurunya, ia dibekali sebuah seruling sakti. Jika nyawanya terancam, maka dia diminta meniup sulingnya. Memainkan lagu apa saja, asal bukan lagunya Rhoma Irama. Kenapa? Nanti kita tanya alasannya. Yang pasti, siapapun yang mendengar suara suling itu, tak akan kuat. Kupingnya akan berdarah, dan bisa mati berdiri dibuatnya.
Sekarang, yang penting, hup, begitu masuk ke rimba raya, pendekar kita kelelahan. Ia pun istirahat di bawah pohon beringin (yang ada grafiti; "ARB").
Rupanya pendekar kita tertidur, saking capek, laper dan ngantuknya. Ndilalahnya, makbedunduk, begitu terbangun seekor harimau menungguinya berjarak setengah meter.
Naluri kependekarannya, membuat pendekar kita sigap. Ia meraih serulingnya, dan dimainkan perlahan.
Satu lagu selesai, tambah satu lagu lagi, tapi sang harimau tak bergeming. Dan ketika lagu ketiga hendak dimainkan, sang harimau langsung menerkam sang pendekar.
Ketika persoalan ini menjadi urusan polisi, dan sang harimau tertangkap, dalam olah TKP diketahui sang harimau ternyata budeg alias tuli.
Ia dikenai pasal penganiayaan berat dengan menggunakan sajam.
Tiga
DONGENG MALAM RAJA YANG INGKAR JANJI | Syahdan menurut sahibul jamil, adalah seorang raja yang terusir dari kerajaannya, gara-gara pulang kemaleman. Maklum, sang raja ini anggota grup RTI (Raja Takut Isteri). Konon, ia dikutuk oleh isterinya, akan bisa bertahta kembali jika tidak termakan janjinya.
Maklum, raja ini suka banget berjanji. Di mana saja, kapan saja, dengan siapa saja, berjanji mulu kerjanya. Ketemu keong saja, ia juga berjanji mau membelikan mesin jet biar si keong kenceng jalannya. Tapi, tetap saja ia raja yang suka ngibul dan tidak menepati janji.
Nah, sebagai lelaki yang lemah syahwat (artinya tidak tahan dalam menahan nafsu syahwatnya), ia bersumpah; "Jika kutemu perempuan pertama, sipapun dia, akan kugauli dan kuanggap sebagai isteriku,..." Maklum, sudah beberapa waktu ia ngejomblo berat, padahal dulu kesehariannya, ditunggu isterinya yang berjumlah lebih dari 40. Rhoma dan Eyang Dubur pun kalah.
Hatta, demikianlah sang Rajasa yang ragu maju capres itu, sebagai pecundang sejati, tetap saja ia ingkar janji. Kenapa? Perempuan pertama yang ia jumpai ternyata seorang nenek-nenek, tuwek banget. Wuaduh, nenek-nenek? Tapi bukankah ia sudah berjanji?
Lagi-lagi, ia pun mencoba mengingkari janji. Diam-diam ia mengubah janjinya, dan akan dipenuhi dengan melihat berapa jumlah gigi sang perempuan tua itu. Ia akan memperlakukannya sebagai isteri, menggaulinya sebanyak jumlah gigi sang nenek.
Dan betapa senangnya, ketika ia tahu si nenek hanya bergigi se-biji acan. Berarti ia hanya berkewajiban menggauli satu kali saja (dan berkata dalam hati, ia akan mencoba mencari lagi, barangkali nanti ketemu dengan perempuan yang lebih muda dan cantik, dan giginya masih utuh-tuh).
“Nek,” kata sang Raja dengan bibir gemetar, “saya harus menggauli nenek,..."
"Ya, ayo, bergaullah,..." sahut sang nenek yang ternyata gaul juga.
"..., karena itu sudah menjadi janji saya. Nenek tahu, janji seorang pemimpin, adalah sabda yang harus ditepati."
"Aiyah, gedade, yang bener? Mentang-mentang mau 2014,..."
"Ijinkan saya akan menggauli nenek sebanyak gigi nenek punya,..."
"Jangan nak,” nenek mencoba berkilah, “nenek sudah tua. Tidak enak diapa-apain, swear!"
Tanpa memperdulikan kata-kata nenek, sang Raja pun langsung menggauli sang nenek. Mereka pun lantas saling bergaul.
Setelah selesai pergaulan, sang Raja langsung melarikan diri, sambil berkata, "Maafkan saya nek! Itu semuanya demi citra diri,..."
Nenek seketika itu juga, bangun, dan mengejar sang Raja sambil berteriak, “Nak,... Nak Raja! Jangan lari, lihat di dalam mulutku ini, masih ada dua gigi lagi, nih!"
Lagi-lagi sang raja ingkar janji. Kabuuuuuuur.
0 comments:
Post a Comment