Tuesday, September 30, 2014
Oleh Odios Arminto
Jawabnya cuma satu: manajemen. Manajemen apa? Manajemen semua yang terkait dengan diri sang pelawak itu sendiri.
Sebelum ke mana-mana, mari kita “bedah” dulu bagaimana sebuah acara di TV terjadi? Pertama, dimulai dari brainstorming di internal produser atau dengan pihak rekanan (rumah produksi). Mereka berdiskusi dan berdebat seru tentang sebuah acara baru (berbasis humor) yang akan diajukan ke manager produksi (tiap TV kadang punya istilah yang berbeda-beda). Pihak yang mengajukan acara selain harus mempresentasikan dengan gamblang dan lengkap, juga harus menyertakan proposal berikut kalkulasi selling point yang diyakini kuat dan dapat “diterawang” secara instingtif maupun nalar logika umum.
Kedua, anggap saja tahapan pertama berlangsung mulus. Manajer produksi lalu menghadap pimpinan tertinggi yang juga dihadiri direktur produksi, direktur keuangan, direktur marketing dst dst. Dalam forum ini, tidak selalu manajer produksi menjumpai jalan yang lancar alias mulus; adakalanya ia mendapat sergapan berbagai pertanyaan dan “ujian” terkait dengan masa depan dan survival acara tersebut. Manajer produksi yang telah memiliki rekam jejak “hoki” bagus dan acara-acara yang lahir dari rekomendasinya menghasilkan rating yang aduhai, biasanya lebih banyak mulusnya ketimbang yang belum pernah “berprestasi” sama sekali.
Ketiga, setelah tahap-tahap krusial terlewati, sampailah pada tahapan pra-produksi. Dalam fase ini, pihak produser dibantu sutradara (dari pihak TV) fokus untuk pengadaan naskah (outline story) terlebih dulu. Naskah sudah oke, lalu ke tahap berikutnya: yaitu bedah naskah, bedah setting, bedah property (plus handprop, jika diperlukan), kostum, kamera, perkiraan artis lawak utama/bintang tamu dan peralatan yang dibutuhkan lainnya. Khusus mengenai naskah selain dikawal oleh penulis naskah, lazimnya juga dibantu dua atau tiga orang tenaga kreatif. Tugasnya memberikan masukan “lelucon” pada tiap peluang yang ada pada teks naskah atau penampilan sang pelawak.
Keempat, tahapan produksi. Sutradara didampingi tim kreatif, memberikan brifing (taklimat) pada semua pemain, baik utama maupun bintang tamu. Bagaimana alur cerita, bagaimana konflik harus dibangun, bagaimana karakter dipertahankan, bagaimana menyiasati peluang-peluang spontanitas, dst dst. Taklimat bisa berlangsung antara 15 menit sampai dengan 30 menit. Tanya jawab dan diskusi masih bisa dimungkinkan antara pemain dan sutradara. Tim kreatif terus menempel pada pemain dan memberikan bisikan-bisikan lelucon konstruktif yang bisa dimanfaatkan para pemain. O ya, seminggu atau beberapa hari sebelumnya, semua pemain telah mendapatkan naskah outline untuk dipelajari lebih dahulu. Sementara itu, di studio, setting, tata lampu, kamera, kru, penonton dan alat perekam telah siap dan terbangun. Usai make up dan memakai kostum, para pemain dipandu untuk tampil di sesi pengambilan gambar (tapping).
Kelima, bila acara itu live (langsung), para pemirsa di rumah langsung dapat menikmati lewat TV masing-masing. Namun bila acara itu siaran tunda, maka hasil rekaman itu harus melewati penyelarasan gambar, grafis, audio, pariwara dan sebagainya di ruang post production. Materi ditayangkan sesuai giliran dan jadwal yang telah ditentukan.
Hampir di semua TV, proses produksi yang terjadi di balik layar, sangat variatif. Ada yang lancar, ada yang tersendat-sendat ada pula yang lemot luar biasa. Ada yang terjadi karena masalah teknis, peralatan; ada pula yang terjadi karena ketidakdisiplinnya para artis/bintang tamu pendukung: datang terlambat, dsb dsb.
Mengapa para artis (lawak atau bintang tamu) datang terlambat? Biasa, mereka kan juga harus mengakomodasi permintaan tampil atau main di TV lain. Kadang jika sang artis begitu laris luar biasa, ia bisa tidak pernah sempat tidur, istirahat, apalagi belajar atau baca-baca. Seakan sehari semalam full time terisi acara. Itu salah satu karakter industri budaya di pertelevisian kita.
Demi rating bagus, semua (pihak artis maupun TV) sama-sama takut kehilangan momentum. Mereka bekerja sekeras-kerasnya siang dan malam.
Pertanyaan, mengapa kelucuan pelawak tak bertahan lama? Mudah bagi Anda menjawabnya, bukan? Andai pelawak mengelola waktunya dengan smooth: kapan istirahat, kapan bekerja, kapan belajar, kapan mencari tantangan baru, kapan rekreasi, kapan diskusi dengan teman atau sahabat, kapan bercengkerama dengan keluarga, niscaya pertanyaan seperti judul di atas tak berlaku lagi.
Catatan:
Di beberapa Negara maju, setiap komedian professional selalu memiliki tim kreatif pribadi atau staf yang bertugas melakukan riset bahan, menulis joke baru setiap harinya dan men-support materi kreatif yang berdaya saing.
Odios Arminto adalah kartunis, humoris dan penulis