Keberagaman Kebersamaan by Jitet Koestana
BBM = Boleh Buka...Mas!
Kartun GM Sudarta - Kompas |
Jokes Umi Sakdiyah
Arti BBM
"Kenapa sih kalau ada kenaikan BBM orang Indonesia pasti heboh banget?" ujar Paijo heran.
"Ya, BBM mempunyai banyak arti bagi kita semua"
"Maksudnya?"
"Bagi penguasa, BBM itu artinya Bahan-Bahan Milep; bagi ibu rumah tangga artinya Barang-Barang Mahal, bagi anggota dewan artinya Boleh Banting Meja, bagi masyarakat di pedalaman artinya Bahan-Bakar Mewah, untuk politisi artinya Bagi-Bagi Momisi, bagi orang miskin artinya Boro-boro Bisa Makan enak, sedang untuk kamu sebagai pengangguran artinya Bar Bobok Maem."
"Lha kalau untuk pengantin baru artinya apa?"
"Boleh Buka Mas... " jawab Juki sambil melempar bakiak.
BBM dan Emas
Dalam buku best seller Gara-Gara Indonesia karya historivator Indonesia, Agung Pribadi, disebutkan bahwa Arab Saudi memilih dibayar menggunakan emas oleh Amerika Serikat dalam penjualan minyak bumi, sehingga bargaining powernya tetap tinggi.
Saya heran, kenapa Indonesia tidak bisa bertindak serupa sehingga bargaining powernya kuat terhadap negara lain?
Jawabannya adalah karena, cadangan emas di Indonesia melimpah ruah, melebihi yang dibutuhkan, dari mas Bambang, mas Edy, bahkan sampai mas Joko.
Antri BBM
Semalam, Juki memergoki Paijo yang sedang mengantri BBM subsidi di POM bensin.
"Ngapain kamu naik sepeda sambil bawa-bawa jerigen, Jo?"
"Ya antri bensin lah. Kan tengah malem nanti bakalan naik."
"Lha, kamu kan nggak punya motor atau mobil. Sejak kapan sepeda pake bensin?"
"O, iya ya! Lupa aku!" ujar Paijo cengengesan buru-buru kabur.
Profesor dan Narkoba
"Seorang profesor tertangkap basah menggunakan narkoba bersama dosen dan dua mahasiswi." Juki kaget membaca berita tersebut dan langsung memanggil temannya, Paijo.
"Jo, lihat nih! Jaman udah edan kali ya?"
"Oh... itu sih cuma lagi penelitian aja, Juk!"
"Penelitian gemana?"
"Ya, kan dosen itu lagi nyusun disertasi sik judule: Analisis pengaruh penggunaan narkoba pada guru besar, dosen dan mahasiswi terhadap kompetensi guru besar dan dosen serta prestasi akademik mahasiswi"
"Oh... jadi mereka itu jadi peneliti sekalian responden?"
"Pinter kamu!"
JEK SEPAROW, BAJAK LAUT DARI KALIBAGOR
Jek Separow, bajak laut paling ditakuti dari seluruh lautan di dunia sedang rapat dengan anak buahnya di sebuah Warteg di Kalibagor.
"Dul Wangsa, priben rencana mbajak kapal tanker Pertamina?"
"Kayane si bakalan gagal, Boss! Kapale nggak bisa jalan" lapor Dul Wangsa yang bertugas mempersiapkan perlengkapan.
"Apa????!!! Gemana bisa?" teriak kapten bajak laut itu sambil menggebrak meja.
"Ya, priwe maning, Boss, udah seminggu inyong ngantri solar nggak dapet-dapet.
Singkong di Halaman Belakang
Tadi siang Muhidin iseng memeriksa halaman belakang rumahnya. Suatu hal yang tidak pernah ia lakukan selama ini. Biasanya ia sibuk mengurus usahanya sebagai juragan minyak tanah.
Pembantunya melaporkan bahwa tetangga belakang rumahnya baru saja panen singkong. Ia kaget bukan kepalang karena tetangga terdekatnya itu menanam singkong di halaman belakang rumahnya. Dengan geram ia pun melabrak.
"Kenapa halaman belakang rumah saya kamu tanami singkong?" kata Muhidin sambil berkacak pinggang. Tangannya menunjuk-nunjuk muka tetangga belakang rumahnya.
"Lha cik Muhidin yang salah! Kenapa selama ini belakang rumahnya nggak diurus? Daripada ditumbuhin ilalang terus buat sarang ular, mending saya tanami singkong," sahut Tuk Dalang tak mau kalah.
"Giliran tahu saya panen singkong aja ribut!" sungut Tuk Dalang menantang. “Ke mana aja selama ini?”
Benar-benar Mintilihir
Kartun Jitet Koestana -Kompas |
BBM
Simbah Putri Trimo, “Lengo bensin munggah meneh yo Mo?”
Trimo, “Nggih niku mBah, tambah sisah nggih. Mengke sadayane mesti tumut mindak reginipun.”
Simbah Putri, “mBiyen..dek zamanne simbah podo umur-umurane ibumu, duwit limanggelo iso nggo tuku opo wae. Nang toko iso tuku, ruti, coklat, kiju, mentego, trigu, farpum, bedak, lipsetik, sabun mandi, odol, sampo, minyak goreng, gulo. Wak pokoke akeh. Malah simbahmu kakung isih iso entuk rokok senengane sak slop.”
Trimo, “Woo..woo..edyan tenan. Lha kok saged katah sanget nggih mBah;..lha nek sakmeniko dospundi mBah?”
Simbah Putri, “Saiki wis ra iso meneh…wis kangelan. Lha piye..nang endi-endi ono cctv-ne.”
(Wasito Djati Pribadi)
BU SUSI MELAKUKAN PEMECATAN PERTAMA
Saya senang melihat sepak terjang menteri Susi yang membuat saya bangga, seharusnya menteri ya seperti itu. Tandang grayangnya cak-cek, lugas tanpa basa-basi. Ketika diberitakan ia adalah orang pertama yang berhasil menembus daerah bencana Aceh ketika terjadi tsunami, saya mengikuti beritanya dengan penuh minat. Sungguh saya merasa surprise orang Pangandaran ini diangkat menjadi menteri. Saya kemudian membayangkan Susi melakukan pembersihan di kementeriannya, semoga orang yang selama ini menjadi benalu disikat habis, beliau tidak perlu merasa ragu untuk melakukan itu.
Suatu hari, betapa marah menteri Susi melihat seseorang di kementeriannya melakukan korupsi waktu. Ketika pegawai yang lain sibuk membenahi (tak jelas sebenarnya apa yang dibenahi) lelaki itu itu justru hanya diam berdiri bersandar dinding.
Garang Bu Susi memandang, pegawai yang kepergok kaget dan langsung pucat.
“Apa yang kamu lakukan?” bentak Bu Susi.
Keringat pegawai itu langsung terperas.
“Maaf Bu,” jawab orang itu sambil menundukkan kepala.
Sebagaimana disampaikan wartawan yang meliput, Bu Susi terlihat sesak napas.
“Berapa gajimu sebulan?” bentak Bu Susi.
Pegawai itu tidak berani menjawab.
“Bertapa pendapatanmu sebulan?”
Dengan terbata-bata pegawai yang ketahuan korupsi waktu itu mendongak, “Sebulan tiga juta.”
Bu Susi mengangguk-angguk. Wartawan bergerak mendekat, kamera terarah dan menjepret jepret.
Bu Susi yang geram meminta ajudan membuka tas. Bu Susi mengeluarkan segebok uang.
“Kamu saya pecat!” kata Bu Susi garang, napasnya masih tetap mengombak, “meski demikian saya tidak mau disebut menteri kejam. Itu uang untuk masa transisi, lalu urus hak pensiunmu.”
Dengan terbungkuk-bungkuk pegawai bernasib sial itu menerima uang pesangon itu, dengan air mata bercucuran pegawai itu membungkuk memberikan hormat. Lalu melangkah mundur dan berbalik. Di bawah pandangan mata semua orang orang itu ngeloyor sambil bercucuran air mata. Bu Susi bergeming tidak merasa harus iba meski melihat pegawai itu menangis.
Bu Susi melambaikan tangan pada seorang stafnya.
“Siap,” kata staf itu sigap.
“Urus hak pensiun orang itu, serta siapkan surat pemecatannya untuk saya tanda tangani.”
Staf itu terbungkam.
“Kenapa?” tanya Menteri Susi.
“Tetapi Bu?”
“Tetapi kenapa?”
Staf itu menunduk.
“Orang itu bukan pegawai kita, orang itu penjual cendol di seberang jalan.”
(Langit Kresna Hariadi)
Siapa Gila Siapa Waras Urusan Nanti....
Kartun Jitet Koestana - Kompas |
Wasito Djati Pribadi
(Copy paste tetangga....)
Di satu SMU di Amerika, saat kelas Sejarah, ada seorang siswa baru dari Jepang bernama Suzuki Yamaguchi.
Ibu Guru: Murid2, siapa yang terkenal dengan pernyataan "Kebebasan atau Kematian"?
Sekitar 1 menit suasana kelas hening. Tiba2 Suzuki mengangkat tangannya dan menjawab: Patrick Henry, tahun 1775 di Philadelphia.
Ibu Guru: Bagus sekali Suzuki! Dan siapa yg mengatakan "Negara ini dan Bangsa ini tidak akan pernah mati?"
Suasana hening lagi. Suzuki kembali mengangkat tangannya sambil menjawab: Abraham Lincoln, tahun 1863 di Washington.
Ibu Guru memandang murid2nya: Kenapa kalian ini? Suzuki orang Jepang, tetapi tahu banyak sejarah Amerika daripada kalian.
Semua murid terdiam. Tiba2 dari deretan bangku belakang ada yg berteriak: Pergi kamu Jepang sialan!
Ibu Guru: Hey siapa yang mengatakan itu?
Kembali Suzuki langsung mengangkat tangannya: Jendral Mc Arthur tahun 1942 di Guadalacanal.
Suasana kelas semakin ramai dan gaduh, tiba-tiba ada yang teriak: Suzuki sialan brengsek!
Bu Guru: Hey siapa yang mengatakan itu?
Eeh Suzuki malahan menjawab: Valentino Rossi di Rio de Janeiro, Brazil, pada Motor Grand Prix tahun 2002.
Ibu Guru semakin gusar dan berkata: Sekali lagi kalian berbicara akan ku gantung kau di Monas!
Suzuki menjawab: Anas Urbaningrum tahun 2012, pada kasus Hambalang di Indonesia!
Ibu guru mengelus dada sambil geleng2 kepala: Waduuhh saya prihatin.
Suzuki berteriak: SBY, Presiden Indonesia ke-6!
Ibu Guru semakin stres lalu tepok jidat: Wis aku ra popo....
Suzuki lagi-lagi berdiri dan berteriak: Jokowi, Presiden Indonesia terpilih 2014!
Gubrak! Bu Guru pingsan. Stlh siuman dr pingsan Ibu Guru bilang: Saya merasa mual mau muntah.
Lagi2 Suzuki menjawab: Nurul Arifin kpd Tempo edisi pekan ini karena nyinyir ga suka liat menteri lompat pagar....
Mengapa Terjadi Kemerosotan Lawak di Indonesia?
Oleh Odios Arminto
Tak mudah menjawab pertanyaan di atas. Yang dapat
dilakukan hanya adanya rasa kesal dan gemas karena kemerosotan yang ada
begitu signifikan dan tak terbantahkan. Bagi anda yang pernah menjadi
saksi bagaimana dunia lawak di tahun akhir 1970-an hingga 1990-an, dapat
merasakan betul perbedaan yang ada.
Antara akhir tahun 1970-an hingga ujung tahun
1985-an, di Jakarta, di bawah bendera Lembaga Humor Indonesia (LHI)
pimpinan Arwah Setiawan, dunia lawak (bahkan event
seni humor secara umum) begitu bergairah dan tumbuh subur. Berbagai
festival lawak dan seni humor (termasuk lomba kartun, musik, tari,
pidato dan lain-lain) begitu membahana dan menyedot perhatian masyarakat
secara nasional. Dari lomba musik humor itulah, salah satunya, LHI
menjadi “ibu momentum” lahirnya musikus kelas legenda, Iwan Fals.
Antara 1985 hingga 1988-an, di Semarang, Jawa
Tengah, di bawah bendera Pertamor (Perhimpunan Pencinta Humor) pimpinan
Jaya Suprana, kegiatan seperti Seminar Humor, Lomba Merayu, Lomba Siul,
Lomba Tertawa, bahkan Festival dan Lomba Kartun Internasional (Candalaga
Mancanegara) terjadi secara susul-menyusul tanpa henti. Khusus tentang
lomba kartun internasional (1987/1988 – pertama kali di tingkat Asia
Tenggara), yang semula diperkirakan diikuti delapan atau sembilan
Negara, ternyata di luar dugaan yang terjadi justru diikuti oleh 29
negara, termasuk Indonesia. Dengan jumlah karya partisipan yang masuk
lebih dari 11 ribu kartun. Sebuah potensi yang menggembirakan.
Kembali ke kemerosotan seni lawak Indonesia dalam
tiga dekade ini, tercatat pertunjukan lawak serius dan kolosal, terakhir
dijumpai pada tahun 1989: Kolaborasi antara Teater Koma dan Bagito
Gorup. Pergelaran hampir lima jam itu dilakukan di Gelora Senayan
(sekarang: Gelora Bung Karno). Seluruh tempat duduk penuh. Seluruh
penonton menyimak seluruh pertunjukan dengan suka cita hingga menit
terakhir.
Festival lawak versi LHI, yang sangat layak dicatat
adalah bertemunya grup-grup lawak kelas bangkotan yang memuat
gagasan-gagasan bergizi, tampilan genuine,
dan kelucuan maksimal. Salah satu grup lawak peserta yang membuat
beberapa grup lawak di Jakarta “gemetaran” berasal dari Jawa Timur.
Namanya Kuartet S dari Malang. Festival lawak bergengsi ini dalam catatan saya bukan lagi sekadar entertain,
tetapi sudah masuk ke kelas seni. Seni lawak yang digarap serius.
Seluruh instrument yang ada. Dari konsep hingga pelaksanaannya. Salah
satu lakon yang juga layak dicatat berjudul: Ratu Jadi Petruk.
Bayangkan, dalam situasi yang sedang dibayangi represi rezim Orde Baru,
sebuah grup lawak mampu menyuguhkan tontonan lawak yang bertabur satire namun tetap kocak menghentak dan bisa lolos dari sensor penguasa.
LHI, kini sudah tinggal nama (Arwah Setiawan
meninggal 1995). Pertamor mungkin masih ada tapi praktis tidak terdengar
lagi kegiatan humor-humornya dalam beberapa dekade ini. Pada tahun 1985
– 1990-an sebenarnya ada juga payung organisasi lawak yang menamakan
diri Paguyuban Lawak Indonesia (PLI) di bawah pimpinan Eddy Sud.
Aktivitas PLI cukup banyak menyelenggaralan event lawak. Ada yang off air,
namun sebagian besar terkait dengan program acara di TVRI (hanya satu,
siaran nasional). Setelah acara Anekaria TVR tidak tayang lagi,
tampaknya PLI juga ikut surut dari percaturan publik. Di tahun 2000-an
ke atas (maaf saya lupa persisnya), berdirilah organisasi lawak resmi
dan merupakan representasi dari profesi lawak beserta seluruh derivatnya
(termasuk produser, tim kreatif, penulis lelucon, pemusik, set developers,
kameraman, sutradara lawak dst. dst.) yang sepakat membentuk PaSKI
(Persatuan Seniman Komedi Indonesia). Nama-nama pengurus awal di
antaranya Indro Warkop dan Miing Bagito.
Kini, konon PaSKI telah melakukan pergantian
pengurus baru sesuai instruksi AD-ART organisasi. Saya tak memantau
banyak aktivitas organisasi ini. Sebagai orang luar, saya hanya
mengandalkan radar perhatian lewat pemberitaan media dan issue
yang muncul ke permukaan. Kira-kira bila digambarkan dalam sebuah doa,
akan berbunyi, “Engkau sepi, aku sepi. Engkau ramai, aku ramai.”
Dan saya berharap, kalau betul PaSKI memang masih
eksis, saya kok rindu keramaian kelas akbar dan nasional itu agar
momentum yang telah dirintis para “pejuang” seni humor di masa lalu,
bisa dibangkitkan lagi. Bisa dihidupkan lagi. Sehingga tontonan lawak
pilihan yang bisa dinikmati masyarakat dapat lebih mencerdaskan dan
mencerahkan. Tidak semata-mata tergantung pada yang ada di TV.
“We miss you PaSKI!” doa saya penuh harap. Semoga anggapan adanya kemerosotan lawak di Indonesia, tidak benar, sama sekali.
Mengapa Terjadi Kemerosotan Lawak di Indonesia?
OPINI | 29 October 2014 | 02:02 Dibaca: 46 Komentar: 0 1
Oleh Odios Arminto
Tak mudah menjawab pertanyaan di atas. Yang dapat
dilakukan hanya adanya rasa kesal dan gemas karena kemerosotan yang ada
begitu signifikan dan tak terbantahkan. Bagi anda yang pernah menjadi
saksi bagaimana dunia lawak di tahun akhir 1970-an hingga 1990-an, dapat
merasakan betul perbedaan yang ada.
Antara akhir tahun 1970-an hingga ujung tahun
1985-an, di Jakarta, di bawah bendera Lembaga Humor Indonesia (LHI)
pimpinan Arwah Setiawan, dunia lawak (bahkan event
seni humor secara umum) begitu bergairah dan tumbuh subur. Berbagai
festival lawak dan seni humor (termasuk lomba kartun, musik, tari,
pidato dan lain-lain) begitu membahana dan menyedot perhatian masyarakat
secara nasional. Dari lomba musik humor itulah, salah satunya, LHI
menjadi “ibu momentum” lahirnya musikus kelas legenda, Iwan Fals.
Antara 1985 hingga 1988-an, di Semarang, Jawa
Tengah, di bawah bendera Pertamor (Perhimpunan Pencinta Humor) pimpinan
Jaya Suprana, kegiatan seperti Seminar Humor, Lomba Merayu, Lomba Siul,
Lomba Tertawa, bahkan Festival dan Lomba Kartun Internasional (Candalaga
Mancanegara) terjadi secara susul-menyusul tanpa henti. Khusus tentang
lomba kartun internasional (1987/1988 – pertama kali di tingkat Asia
Tenggara), yang semula diperkirakan diikuti delapan atau sembilan
Negara, ternyata di luar dugaan yang terjadi justru diikuti oleh 29
negara, termasuk Indonesia. Dengan jumlah karya partisipan yang masuk
lebih dari 11 ribu kartun. Sebuah potensi yang menggembirakan.
Kembali ke kemerosotan seni lawak Indonesia dalam
tiga dekade ini, tercatat pertunjukan lawak serius dan kolosal, terakhir
dijumpai pada tahun 1989: Kolaborasi antara Teater Koma dan Bagito
Gorup. Pergelaran hampir lima jam itu dilakukan di Gelora Senayan
(sekarang: Gelora Bung Karno). Seluruh tempat duduk penuh. Seluruh
penonton menyimak seluruh pertunjukan dengan suka cita hingga menit
terakhir.
Festival lawak versi LHI, yang sangat layak dicatat
adalah bertemunya grup-grup lawak kelas bangkotan yang memuat
gagasan-gagasan bergizi, tampilan genuine,
dan kelucuan maksimal. Salah satu grup lawak peserta yang membuat
beberapa grup lawak di Jakarta “gemetaran” berasal dari Jawa Timur.
Namanya Kuartet S dari Malang. Festival lawak bergengsi ini dalam catatan saya bukan lagi sekadar entertain,
tetapi sudah masuk ke kelas seni. Seni lawak yang digarap serius.
Seluruh instrument yang ada. Dari konsep hingga pelaksanaannya. Salah
satu lakon yang juga layak dicatat berjudul: Ratu Jadi Petruk.
Bayangkan, dalam situasi yang sedang dibayangi represi rezim Orde Baru,
sebuah grup lawak mampu menyuguhkan tontonan lawak yang bertabur satire namun tetap kocak menghentak dan bisa lolos dari sensor penguasa.
LHI, kini sudah tinggal nama (Arwah Setiawan
meninggal 1995). Pertamor mungkin masih ada tapi praktis tidak terdengar
lagi kegiatan humor-humornya dalam beberapa dekade ini. Pada tahun 1985
– 1990-an sebenarnya ada juga payung organisasi lawak yang menamakan
diri Paguyuban Lawak Indonesia (PLI) di bawah pimpinan Eddy Sud.
Aktivitas PLI cukup banyak menyelenggaralan event lawak. Ada yang off air,
namun sebagian besar terkait dengan program acara di TVRI (hanya satu,
siaran nasional). Setelah acara Anekaria TVR tidak tayang lagi,
tampaknya PLI juga ikut surut dari percaturan publik. Di tahun 2000-an
ke atas (maaf saya lupa persisnya), berdirilah organisasi lawak resmi
dan merupakan representasi dari profesi lawak beserta seluruh derivatnya
(termasuk produser, tim kreatif, penulis lelucon, pemusik, set developers,
kameraman, sutradara lawak dst. dst.) yang sepakat membentuk PaSKI
(Persatuan Seniman Komedi Indonesia). Nama-nama pengurus awal di
antaranya Indro Warkop dan Miing Bagito.
Kini, konon PaSKI telah melakukan pergantian
pengurus baru sesuai instruksi AD-ART organisasi. Saya tak memantau
banyak aktivitas organisasi ini. Sebagai orang luar, saya hanya
mengandalkan radar perhatian lewat pemberitaan media dan issue
yang muncul ke permukaan. Kira-kira bila digambarkan dalam sebuah doa,
akan berbunyi, “Engkau sepi, aku sepi. Engkau ramai, aku ramai.”
Dan saya berharap, kalau betul PaSKI memang masih
eksis, saya kok rindu keramaian kelas akbar dan nasional itu agar
momentum yang telah dirintis para “pejuang” seni humor di masa lalu,
bisa dibangkitkan lagi. Bisa dihidupkan lagi. Sehingga tontonan lawak
pilihan yang bisa dinikmati masyarakat dapat lebih mencerdaskan dan
mencerahkan. Tidak semata-mata tergantung pada yang ada di TV.
“We miss you PaSKI!” doa saya penuh harap. Semoga anggapan adanya kemerosotan lawak di Indonesia, tidak benar, sama sekali.
Kisah tentang Baju yang Sudah Pulang
Seorang reporter muda fresh graduate, bekerja sebagai wartawan bidang kesehatan menyerahkan sebuah artikel kepada Editor dengan judul : "EFEK SINAR LASER DAN BAHAYANYA TERHADAP BUAH DADA WANITA."
Editor yang menerima artikel itu agak keberatan dengan judul yang agak vulgar pada kata "buah dada", oleh karenanya ia mengembalikan naskah tersebut kepada si reporter untuk diganti. Tak berapa lama kemudian si reporter kembali lagi dan menyerahkan artikel yang telah direvisinya dengan judul baru :"EFEK SINAR LASER DAN BAHAYANYA TERHADAP (.) (.) WANITA"
Menjadi Murid dan Guru Bagi Diri Sendiri
"Bolehkah saya menjadi murid Anda, Guru?"
"Engkau menjadi murid karena matamu masih tertutup. Pada hari membuka mata, engkau akan melihat bahwa tidak ada yang dapat engkau pelajari dariku atau dari siapa saja,"
"Lalu Guru itu untuk apa?"
"Untuk membuat matamu terbuka bahwa tidak ada gunanya engkau mempunyai Guru. Engkau harus menjadi murid sekaligus Guru bagi dirimu sendiri!"
"Guru, perasaan saya kalut dan bingung, pikiran saya kacau balau. Tolonglah saya!"
"Baik! Saya akan bantu memperbaiki pikiranmu. Bawalah ke sini!"
Nasruddin Hoja pergi ke rumah Hamid, sahabatnya yang tinggal di kota lain dan menginap di sana beberapa hari. Ketika kembali ia tidak menyadari, bahwa sepotong bajunya tertinggal di rumah Hamid, hingga suatu saat seseorang datang mengantarkan baju yang tertinggal itu ke rumahnya. “Sampaikan rasa terimakasihku pada Hamid, wahai saudara. Untunglah hanya bajuku yang tertinggal.” Kata Nasruddin pada si pengantar.
Sebulan berikutnya khoujah Nasruddin ke rumah Hamid lagi, namun kali ini bersama anaknya. Setelah dua hari menginap ia bermaksud pulang. Sebelum pergi meninggalkan rumah sahabatnya itu ia melepas semua pakaiannya dan menyerahkan pada anaknya untuk dibawa pulang. “Katakan pada ibumu bahwa baju dan celanaku sudah pulang tapi orangnya ketinggalan di sana.” Kata Nasruddin Hoja pada sang anak.
Seseorang ingin belajar kerohanian dari Guru termasyur, maka ia memutuskan untuk hidup bersama sang Guru tersebut, mengikuti apa saja yang dilakukannya, dari bangun tidur, beribadah, berdoa, duduk diam berlama-lama, sampai belanja sayur, memasak, mencuci baju dan hidup bertetangga sebagai mana layaknya. Namun dua tahun hidup bersama sang Guru, tidak ada tanda-tanda Guru membabarkan inti ajaran kepadanya. Akhirnya sang murid tidak tahan dan memutuskjan untuk pulang, sebelum ia keluar meninggalkan rumah ia berkata, "Guru, dua tahun ini saya mengabdi pada Anda untuk mendapatkan saripati kehebatan ilmu Anda, tapi saya tak mendapatkan apa pun di sini!"
"Apa?" balas sang Guru, "Selama dua tahun ini aku mengajarkan ilmu padamu."
Hanya sedikit manusia mengetahui bahwa ia penuh daya, namun kebanyakan orang menempatkan dirinya sebagai orang-orang yang tidak berdaya. (Anonim)
"Guru, saya ingin hidup bebas.."
"Temukan, apa yang mengikatmu."
Suatu kali Nasruddin Hoja pulang pagi, isterinya menegur, “Tadi malam kudengar kamu pulang waktu lonceng jam persis berbunyi tiga kali. Kenapa malam betul kamu baru pulang?”
Nasruddin menjawab, “Sebenarnya belum terlalu malam. Lonceng jam itu mau berbunyi delapan kali, tapi karena aku mau menjaga supaya engkau tidak terganggu, aku sengaja menahannya ketika ia baru berbunyi tiga kali.”
Seorang pemberani bukanlah orang yang tidak mempunyai rasa takut, tapi seseorang yang tetap melangkah maju meskipun ia takut. (Anonim)
Pak Mahbub, guru agama di sebuah SD sedang menerangkan pentingnya berakhlak mulia dan menjadi anak saleh agar kelak masuk surga. “Di surga semua serba indah, ada bidadari-bidadari cantik yang hidup di taman Firdaus, ada sungai mengalir yang airnya seperti susu, pokoknya semua serba menyenangkan.” terangnya, “Nah, sekarang Bapak mau tahu, siapa yang mau masuk ke surga tangannya diacungkan ke atas!” Serentak, hampir seluruh murid di dalam kelas itu mengangkat tangannya tinggi-tinggi, kecuali Mamat yang duduk di deretan bangku belakang, yang tampak acuh tak acuh. Pak Mahbub yang melihat itu lalu menghampiri si Mamat dan bertanya, “Mat, seluruh temanmu mengacungkan tangannya dan Bapak lihat hanya kamu yang tidak mengangkat tangan. Apakah kamu tidak ingin ikut masuk surga seperti teman-temanmu?”
Dengan agak gelagapan Mamat menyahut, "Memangnya mau berangkat sekarang, pak?"
Jika terlalu tinggi rendahkanlah. Jika terlalu banyak kurangilah, jika terlalu ramai menyepilah. Dan, jika kebingungan sedang menguasai pikiranmu berdiamkah. Senar gitar yang ditarik terlalu kencang akan putus, jika terlalu kendor tidak menghasilkan nada. Yang terlalu ekstrem tidak menguntungkan.
Seorang pendeta sedang berjalan-jalan di hutan, ketika tiba- tiba ia bertemu dengan seekor singa. Sebagai orang yang beriman, tidak ada jalan lain yang dilakukannya kecuali berlutut, mengatupkan tangan, menutup mata lalu berdoa. Ketika selesai berdoa dan membuka mata, dilihatnya singa yang ada di hadapannya itu juga sedang berlutut mengatupkan kedua kaki depannya, menutup mata dan berdoa.
Pendeta tersebut menengadah ke langit sambil berseru. “Bukan main, ternyata yang saya hadapi ini adalah singa yang baik...”
Sambil masih menutup ke dua matanya, singa tadi menggumam, “Ya, benar, Bapa.” Katanya, “Dan singa yang baik tidak lupa berdoa sebelum menyantap makanannya!”
"Jika tak dapat merubah arah angin, perbaikilah layar perahunya."
Orang yang SUKSES bukanlah orang yang tak pernah GAGAL, tetapi orang yang berani bangkit meskipun berkali-kali gagal. (Anonim)
Rasa benci itu tidak berpengaruh sedikit pun kepada orang yang engkau benci, tapi kebencian itu akan menggerogoti kehidupanmu sendiri. (Rabindranath Tagore)
Seorang laki-laki turun dari kereta api dengan wajah pucat. Dokter temannya menemuinya dan bertanya apa yang terjadi. "Saya mabok darat, dok," jawab lelaki tadi, "Saya selalu mabok darat kalau naik kereta api dan duduk menghadap ke belakang."
"Mengapa Anda tidak mengajak tukar tempat dengan orang yang duduk di depan Anda?" tanya dokter..
"Yah, saya juga sempat berpikir itu, dokter" kata lelaki malang tersebut, "Masalahnya tidak ada orang yang duduk di situ."
Seseorang menjelajahi bumi dan lautan untuk menyelidiki sendiri kemashuran Sang Guru yang luar biasa.
"Mu'jizat-mu'jizat apa yang telah dilakukan oleh Guru Anda?" tanyanya pada seorang murid.
"Yah, ada mu'jizat dan mu'jizat," jawab si murid yang ditanya, "Di negara Anda mungkin dianggap mu'jizat kalau Tuhan melakukan kehendak manusia. Di negara kami, dianggap mu'jizat kalau orang melakukan kehendak Allah!"
Nasruddin Hoja pergi ke masjid untuk sholat Ashar, namun ketika berwudhu tiba-tiba airnya habis tepat pada saat akan melakukan basuhan terakhir di kaki kirinya. Waktu sholat berjamaah dimulai, Nasruddin mengangkat satu kakinya persis seperti burung bangau yang berdiri menopang dengan satu kaki. Melihat itu jemaah yang berdiri di sampingnya berbisik, "Hay, saudara Nasruddin, mengapa Anda berlaku seperti itu?"
"Sssttt, " balas Nasruddin juga dengan berbisik, "Kakiku yang sebelah kiri ini belum berwudhu."
(Non-O)
Umi Sakdiyah
DPR DAN UUD
"Juk, aku heran kok kamu sekarang seneng nonton TV, nggak seperti biasanya?" kata Paijo heran.
"Lagi seneng nonton pertandingan di Senayan, Jo!"
"Lho, pertandingan apa? Perasaan nggak ada jadwal bola di GBK"
"Bukan di GBK, tapi sebelahnya"
"Oh... gedung DPR/MPR tho? Aku juga heran, kenapa sih mereka seneng berantem, rebutan kursi sampai ngrusakin meja, mecahin beling kayak pemain debus"
"Itu karena mereka menjalankan amanat UUD, Jo!" Sahut Juki sok yakin.
"What?!!" sembur Paijo sampai kopinya muncrat kemana-mana.
"Iya, amanat UUD, Ujung-Ujungnya Duit!"
Umi Sakdiyah
Kartu Merah Persib
Hari itu Final pertandingan sepak bola Liga Indonesia. Tiba-tiba seorang wasit meniup peluitnya karena ada seorang pemain Persib yang melakukan pelanggaran.
"Kartu merah!" kata wasit sambil mengeluarkan kartu dari kantongnya.
Pemain Persib pun melongo karena kartu yang diberikan padanya bukan kartu merah tapi Kartu Indonesia Pintar dari Jokowi.
Manusia Sang Boga Sampir
Saya ingin lanjutkan pemikiran (wewarah) teman milis saya, Agus Sulistiyo, tentang pola kemimpinan yang ideal di Indonesia yang disimbolkan melalui sosok Semar. Semua pihak diajak untuk kembali kepada jatidiri kodratnya masing-masing sebagai manusia sejati. Dengan pesan sederhana Semar;
"Aja Dumeh!" (Jangan mentang-mentang) Dumeh kuwasa, dumeh wibawa, dumeh menang, dumeh bisa, dumeh ana, dumeh pinter, dumeh bagus, dumeh ayu, dumeh enom, dumeh gagah, dumeh sugih. (Seluruh kelebihan semua ada di situ.)
Semua bentuk sifat itu lebih banyak dimiliki para pemimpin yang kenyataannya memang selalu didudukkan lebih oleh para pengikutnya.
Melalui pesan sederhananya, "aja dumeh", Semar membangun keseimbangan Alam dalam menjalankan darmanya sebagai "pamomonge Tanah Jawa. "
"Tanah Jawa" di sini diartikan sebagai bentuk kehidupan jiwa di alam dunia.
Ujaran Semar yang terkenal: "Hooy mblegegeg ugek ugek sadulito hmel..hmel..." (Sadarlah manusia, sebesar apa pun dirimu sekarang, ingatlah kamu semua berasal dari satu titik mani yang menggumpal bersama alam).
'Hakikat pemimpin yang baik adalah pengikut yang baik."
Sri Krisna disebut 'manungsa pengawak dewa' = hamba yang menjadi pemimpin. Tampil dengan segenap kebesaran, keagungannya.
Adapun Semar disebut 'dewa pengawak manungsa' = pemimpin yang menjadi hamba. Tampil dengan segenap kesederhanaannya.
Dengan kata lain, Semar adalah simbol evolusi kesadaran paripurna kepemimpinan manusia yang membumi, sederhana dan apa adanya.
Ia menguasai tali rasa dan rasa tali; penghubung dan penyatuan kesadarannya sebagai pribadi maupun kolektif bersama makhluk seluruh Alam Semesta.
Idealisasi terhadap sosok Semar tersebut menjadikan di tanah Jawa ini dipercaya banyak makam atau (nama desa) Padepokan Semar.
Sebenarnya itu bukan makam atau padepokan dari satu sosok manusia saja. Melainkan adalah makam manusia-manusia yang sudah sampai pada "kesadaran Semar" dalam dirinya sebagai pemimpin.
Semar : "wadine sinamar sajroning kalumrahan." (Ardus M Sawega)
Tanggapan:
Semar adalah putra Batara Wungkuam.Semar penjelmaan Sanghyang Ismaya.
Semar punya sifat dan watak sabar, longgar, momong (mengasuh), bicaranya mengandung fatwa nasehat kebaikan.
Semar dikenal sebagai manusia Boga Sampir. Berbadan gemuk pendek, rambutnya kuncung, mata rembes, hidung kecil, bibir cabik.
Semar menikahi Dewi Kanastren - putri Batara Hiya, keturunab Sanghyang Caturwarna, putra Sanghyang Caturkanwaka
Sepanjang hidupnya Semar selalu menjadi pamong/paranpara trah keturunan Witaradya. Dalam sehari-hari berlaku sebagai panakawan biasa. Dalam hal tertentu tidak segan untuk bertindak untuk membenarkan hal-hal yang benar yang terjadi di Ngarcapada.
Sebagai penjelmaan Sanghyang Ismaya, Semar memiliki kebebasan dan keleluasaan untuk datang ke Kahyangan Jonggring Saloka bertemu Sanghyang Manikmaya; untuk menemui Sanghyang Tunggal di Kahyangan Alangalang Kumitir.
Semar berumur panjang. Hidup dari zaman Ramayana, Mahabarata sampai zaman Parikesit. Bahkan pada wayang madya di zaman Sri Jayabaya, raja Mamenang, Semar masih dikisahkan.
(Bambang Pur)
Subscribe to:
Posts (Atom)